RENUNGAN MINGGU ADVEN IV
RENUNGAN MINGGU ADVEN IV
BAGI ALLAH, TIDAK ADA YANG MUSTAHIL
- Minggu, 18 Desember 2022
- Injil Mat 1:18-24
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
“Bagi kita, umat beriman percaya bahwa Allah itu bisa berkarya melampaui akal pikiran atau nalar kita manusia.”
Ada gerakan para ahli teologi dan pelayan-pelayan Injil gereja liberal, di mana mereka ingin membersihkan semua yang berbau “mistik” dan “dongeng” dari kisah-kisah dalam Injil. Salah satu dongeng di dalam Alkitab menurut Bultmann (teolog Liberal) adalah kelahiran Kristus dari perawan. Hasil dari gerakan itu pada Mei 1924 sekitar 1300 pelayan Presbyterians menandatangani suatu penegasan yang disebut “Auburn Affirmation,” yang isinya antara lain menyangkal kelahiran (Yesus) dari perawan, kebangkitan dan lain sebagainya.
Kemudian, di abad modern ini, penolakan terhadap doktrin kelahiran Kristus dari perawan ini digemakan kembali oleh seorang pendeta dari gereja megah di New York “Riverside Church” yakni Harry Emerson Fosdick. (Pemimpin aliran teologi liberal di Amerika Serikat), yang mengatakan “Aku ingin meyakinkan anda saat ini juga bahwa aku tidak percaya pada kelahiran melalui seorang perawan dan aku harap anda semua juga tidak”. Di sini jelas dia mengalihkan perhatian dari kenyataan Ilahi-Yesus Kristus kepada persoalan yang hanya sekedar biologis saja. (The Man from Nazaret as His Contemporaries Saw Him, hal. 158-160). Lalu sejak itu pernyataan Fosdick tersebut selalu bergema di semua gereja liberal di seluruh Amerika dan banyak orang tidak percaya akan kisah ini lagi. Ini menunjukkan betapa banyak orang tidak menghargai lagi kesaksian Kitab Suci. Lalu bagaimana kita harus memahami dan merenungkan warta Injil hari ini?
Warta Injil Minggu terakhir pada Masa Adven tahun ini, yakni Mat 1:18-24, menyampaikan sebuah tradisi mengenai kelahiran Yesus dari sudut pandang Yusuf, yang disebut sebagai “suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus”. Dan dikatakan bahwa Maria itu mengandung dari Roh Kudus sebelum hidup sebagai suami istri dengan Yusuf.
Yang perlu diketahui bahwa dalam adat-istiadat Yahudi, sejak usia remaja seorang gadis itu sudah dipertunangkan dengan calon suaminya jauh-jauh hari sebelum pernikahan, yang baru terjadi setelah kedua-duanya siap membangun rumah tangga yang mandiri. Memang, ikatan ini dapat dibatalkan atau diputuskan karena atau dengan macam-macam alasan. Salah satunya ialah bila calon istri didapati mengandung sebelum pernikahan. Sehingga menurut hukum, calon suami wajib membatalkan ikatan pertunangan tadi. Maka dengan demikian pihak perempuan akan bebas dan dapat diperistri orang lain secara sah. Hanya saja kerap terjadi, perempuan yang bersangkutan tidak dimaui siapapun dan akan mendapat aib.
Dalam hal ini, Yusuf tidak hendak menyusahkan Maria, tapi ia tetap mau menaati hukum tadi. Maka ia bermaksud membatalkan pertunangannya dengan Maria secara “diam-diam”, artinya, di hadapan dua saksi tetapi tanpa mengumumkannya. Dengan demikian pembatalan itu akan sah menurut hukum tetapi tidak mendatangkan aib bagi Maria. Hanya saja, sebelum niatan ini dijalankan, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Dalam sebuah mimpi, malaikat Tuhan datang dan mengatakan kepada Yusuf agar jangan takut mengambil Maria sebagai istrinya. Malaikat itu menjelaskan bahwa anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus. Jadi kandungan itu bukan dari manusia dan Yusuf tak usah merasa terikat pada kewajiban mengikuti hukum adat. Selanjutnya diberitahukan bahwa anak tadi hendaknya diberi nama Yesus, artinya “Tuhan itu keselamatan”. Yusuf pun melakukan yang diperintahkan kepadanya oleh sang malaikat.
Bagi umat (penginjil) Matius dan umat awal, kelahiran Yesus itu jelas bukan kejadian yang lumrah. Yesus dikandung dari Roh Kudus tetapi dilahirkan secara manusiawi oleh Maria dan dibesarkan oleh Yusuf. Matius memberikan penjelasan kejadian yang tidak biasa ini lewat kata-kata malaikat dalam mimpi Yusuf tadi,yakni “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” sebagai penggenapan nubuat nabi Yesaya 7:14 yang menyebutkan bahwa seorang anak dara akan melahirkan anak lelaki yang dikenal dengan nama Imanuel, yang artinya “Tuhan menyertai kita”. “Anak dara” maksudnya ialah anak perempuan yang sudah dewasa, tapi belum menikah, atau lebih tepat disebut “perawan”.
Pertama-tama harus kita sadari bahwa kelahiran Kristus dari seorang perawan ini bukanlah sebuah peristiwa dadakan yang tanpa direncanakan oleh Allah. Allah telah merancangkan peristiwa ini jauh di dalam kekekalan dan dinyatakan di dalam sejarah sesaat setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Ketika Allah memberitakan hukumannya kepada iblis di taman Eden, Ia juga memberikan sebuah janji di dalamnya : “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15). Dalam ayat ini terlihat adanya suatu janji tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala dari setan. Dan kita percaya bahwa keturunan perempuan yang dimaksud di sana adalah Kristus.
Mungkin dari kita ada yang bertanya, mengapa Kristus harus lahir dari seorang perawan? Lalu bagaimana kalau Dia lahir secara normal atau wajar? Kristus Sang Juruselamat itu tidak mungkin lahir secara wajar seperti semua dari kita. Mengapa demikian? Kalau Dia lahir sebagai hasil hubungan laki-laki dan perempuan, maka Dia tidak bisa menjadi Allah-Manusia. Iman Kepercayaan kristen percaya bahwa Yesus adalah Allah-Manusia. Dia adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Maka dari itu Ia perlu dilahirkan secara ajaib melalui seorang perempuan tanpa seorang laki-laki. Dia harus lahir tanpa laki-laki supaya Dia tetap Allah tetapi harus dari perempuan supaya Dia manusia.
Kemudian kita bisa membayangkan kalau Dia lahir sebagai hasil hubungan laki-laki dan perempuan, maka Dia tidak bisa menjadi Juruselamat manusia. Mengapa? Ingat, bahwa Sang Juruselamat itu kudus tanpa dosa. Tidakkah Iman kita mengatakan bahwa “Dia dilahirkan dan bukan dijadikan” artinya Dia berasal dari Allah (kudus) dan bukan diciptakan (seperti manusia berdosa) – Syahadat Panjang. Bayangkan kalau Sang Juruselamat itu manusia sama dengan kita dan berdosa, bagaimana ia mau menebus dosa orang lain sedangkan dia sendiri berdosa? Jadi Kristus memang mesti atau harus lahir tanpa dosa karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia.
Sulit dimengerti dan tidak masuk akal. Memang, bagi orang yang tidak percaya pada mukjizat sulit dan tidak mau menerima kenyataan seperti itu. Sedang kita para beriman percaya Allah itu bisa berkarya melampaui akal pikiran atau nalar kita manusia. Maka dari itu kita bisa mempercayai peristiwa perkandungan dan kelahiran Mesias melalui Roh Kudus dalam diri Bunda Maria ini. Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Allah dapat melakukan apa saja yang Ia kehendaki termasuk menjelma menjadi manusia Yesus ke dalam dunia ini melalui seorang perawan. Ingat, percakapan Maria dan Malaikat:
Lukas 1:34,35,37 – (34) Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (35) Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. (37) Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
Lalu untuk siapakah Injil Matius ditujukan? Penginjil Matius menulis Injilnya ditujukan bagi mereka yang percaya bahwa Maria itu perawan yang mengandung dari Roh Kudus. Dan focus terpenting di sini adalah kelahiran sang “Imanuel”, yang artinya “Allah menyertai kita”. Maksudnya jelas bahwa Allah tidak lagi membiarkan manusia sendirian. Bahkan penyertaan Allah ini dikatakan secara gamblang “…ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”
Dalam warta Injil Matius tadi yang mau ditampilkan adalah perasaan Yusuf, pergulatan rohaninya, rasa hormatnya yang besar terhadap Tuhan Sang Imanuel yang mendatangi dirinya. Di samping itu ditekankan juga perhatian Yusuf terhadap Maria dan Yesus. Yusef benar-benar menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai bapa dari keluarga ini. Ingatlah bahwa dalam adat keluarga Yahudi, pendidikan seorang anak sejak tidak lagi menyusu ibunya hingga akil balig pada usia 12-13 tahun menjadi tanggung jawab bapa keluarga. Begitulah kebesaran hati Yusuf, kepekaannya, kematangan imannya yang ikut membentuk pribadi Yesus.
Baik penginjil Lukas maupun Matius menekankan hadirnya daya ilahi (“Maria mengandung dari Roh Kudus”) dan penerimaan utuh dari pihak Maria dan Yusuf. Yang dilakukan Yusuf diungkapkan Matius dalam warta hari ini. Menerima karya ilahi dalam ujud yang amat mengguncang tadi menjadi ungkapan iman yang paling nyata. Yusuf itu orang yang bisa menerima kehadiran ilahi yang tidak lumrah (tidak wajar, tidak natural) sekalipun yakni melalui Roh Kudus dan tetap menghormatinya. Bahkan ia memeliharanya dengan penuh perhatian.
Ia memikirkan kepentingan Maria, tidak hanya mau meninggalkannya begitu saja. Kemudian ia juga berani mendengarkan Yang Ilahi yang mengubah rencananya sama sekali. Ia bersedia menjadi orang yang bertanggungjawab membesarkan Yesus. Singkatnya, Yusuf itu pribadi yang dapat dipercaya karena juga bisa mempercayai. Mendalami peristiwa kelahiran Yesus dalam terang Injil Matius itu tidak lain merayakan kebesaran hati seorang manusia yang bukan saja memungkinkan karya Allah dapat mulai terjadi, tetapi juga yang memelihara dan membesarkannya. Dan semuanya ini terjadi dengan tak banyak kata. Orang beriman yang ingin maju menjadi pemerhati gerak-gerik Yang Ilahi tentu dapat belajar banyak dari Yusuf si pendiam itu.***
DOA:
Ya Allah yang maha kasih, kami bersyukur atas kehadiran santo Yusuf yang telah mengikuti dan mengutamakan kehendak-Mu sehingga Putera-Mu Yesus Kristusdapat lahir ke dunia melalui santa perawan Maria, dan Dia tumbuh dan berkembang dalam asuhannya. Amin.Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian Bapa (+) dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
LEAVE A COMMENT