RENUNGAN HARI MINGGU BIASA IV
KESETIAAN TUHAN MELAWATI HIDUP
- Minggu, 30 Januari 2022
- Injil Luk 4:21-30
- Romo Thomas Suratno SCJ
Karakter Yesus meneguhkan kita supaya memiliki sikap tegas dalam hidup. Sikap tegas yang didorong oleh kasih membuat orang memahami bahwa kasih dan kesetiaan Tuhan sedang melawati hidup.
Yesus mulai mewartakan kabar baik di tengah masyarakat. Tentunya, sebagian menyambut kehadiran-Nya dengan tangan terbuka, tetapi sebagian lagi ternyata menolak-Nya. Yang terakhir inilah yang muncul dalam warta Injil hari ini. Orang-orang Nazaret menolak kehadiran dan pekerjaan Yesus, padahal di kota inilah Yesus dibesarkan. Kisah penolakan ini merupakan kisah yang sangat penting dalam Injil Lukas karena menunjukkan gagasan sang penulis Injil tentang karya keselamatan Allah.
Pada umumnya, seperti yang dapat kita baca dalam Kitab Perjanjian Lama, hidup seorang nabi kiranya akrab dan tidak asing lagi dengan yang namanya ‘penolakan’. Kasihan namun justru itulah yang terjadi. Mereka sering ditolak dan dibuat susah oleh saudara-saudara mereka sendiri. Lebih dari itu, alasan penolakan yang dialami Yesus kali ini rupanya sangat mendasar. Yesus tidak diterima karena Ia membawa kabar keselamatan yang sifatnya universal, yang berlaku bagi semua orang.
Sungguh sangat disayangkan, perasaan seperti orang-orang Nazaret itu sampai sekarang masih terpelihara, bahkan menjangkau masyarakat kita juga. Masyarakat terkotak-kotak dalam berbagai macam kelompok, di mana masing-masing kelompok merasa bahwa merekalah yang paling baik. Menjadi sensitif jika kelompok yang dimaksud adalah kelompok agama.
Sampai sekarang pun mungkin terjadi demikian. Bisa-bisa masalah menjadi hitam dan putih: agama saya benar, agamamu salah; saya nanti akan masuk surga, kamu akan kepanasan di neraka. Sangat memprihatinkan jadinya. Maka, sampai kapan kiranya kita semua sadar, bahwa kasih Allah itu sudah pasti ditujukan kepada semua manusia tanpa pilih-pilih?
Karena itu dalam hal ini, keteguhan hati Yesus untuk berani ditolak orang-orang sekampung-Nya kiranya patut kita teladani. Pada intinya, yakni sikap melawan arus yang ditempuh Yesus ini adalah demi tegaknya kebenaran ilahi. Ditolak, bahkan dibunuh, adalah risiko yang mesti dihadapi, dan kita tahu bahwa Yesus dengan setia menanggung itu semua sampai akhir hidup-Nya. Para nabi mewartakan kebenaran, tetapi tidak semua orang suka mendengarkan kebenaran. Mengapa? Karena kebenaran kadang-kadang justru menyakitkan, bukan?
Seperti kita ketahui bahwa warta hari ini erat hubungannya dengan warta Injil minggu lalu. Sikap dan keberanian Yesus yang berani tampil di Nazaret sebenarnya mau menyampaikan visi dan misi-Nya, yakni: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang,”(Luk 4:18-19).
Ia bahkan dengan tegas mengatakan “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”. Semua mata tertuju kepada Yesus, namun tidak semuanya percaya kepada-Nya. Mereka hanya melihat Yesus dengan latar belakang keluarga-Nya, yakni Anak Yusuf si tukang kayu dari Nazaret dan Maria adalah ibu-Nya.
Orang-orang Nazaret menolak Yesus sebab mereka hanya mengenal Yesus sebagai manusia bukan sebagai Anak Allah. Di tempat-tempat lain, seperti di daerah sekitar pantai Danau Galilea hingga Tirus dan Sidon, orang-orang sangat takjub kepada Yesus karena kata-kata ilahi dan tanda-tanda yang dilakukan-Nya. Di tempat asal-Nya sendiri Ia justru ditolak hanya karena mereka mengenal keluarga dan masa lalu-Nya.
Namun, Yesus tidak gentar untuk berkata-kata dengan nada yang tegas kepada mereka. Ia mengambil contoh pengalaman nabi Elias dan Elisa untuk membuka pikiran mereka tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam dunia Perjanjian Lama, namun sia-sia saja karena hati mereka keras.
Penginjil Lukas menulis apa yang kita dengar tadi bahwa: “Mendengar (perkataan Yesus itu) sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu,” (Luk 4:28-29). Sikap Yesus adalah ‘berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi’ (Luk 4:30).
Sikap dan karakter Yesus sangat meneguhkan kita supaya memiliki sikap tegas dalam hidup karena kasih. Hal ini sama dengan sikap para nabi, khususnya nabi Yeremia yang bersikap tegas dan berani karena ia mau mengajarkan umat Allah supaya setia kepada Tuhan dan mengikuti kehendak-Nya. Kehendak Tuhan bagi manusia adalah kasih. Tuhan Yesus bersikap tegas kepada orang-orang di kampung halaman-Nya supaya mereka memahami kasih dan kesetiaan Tuhan yang sedang melawat mereka.
Ia mewartakan Injil sebagai kabar sukacita dan kabar keselamatan namun mereka tidak memahaminya. Pengalaman Yesus ini adalah pengalaman kita juga dalam melayani Gereja masa kini. Kita boleh berniat untuk melayani tanpa pamrih tetapi selalu saja berjumpa dengan orang-orang yang tidak memihak pelayanan kita. Kita tidak harus putus asa, namun tetap berusaha untuk melayani dan melayani.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Kita ingat Paulus mengatakan bahwa dari 3 keutamaan (iman, harapan dan kasih) yang paling besar di antaranya ialah kasih (1Kor 13: 13). Hidup kita bermakna kalau kita mampu mengasihi. Tanpa kasih hidup kita tidak bermakna. Paulus mengatakan: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan,” (1Kor 13:4-8).
Nilai-nilai kasih menjadi nyata dalam tujuh karya belas kasih jasmani dan rohani. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada 14 karya belas kasih yang dibagi menjadi dua, yaitu karya belas kasih jasmani dan rohani (KGK, 2447).
Pertama, ada tujuh karya belas kasih jasmani yakni: Memberi makan kepada orang yang lapar, Memberi minuman kepada orang yang haus, Memberi perlindungan kepada orang kepada orang asing, Memberi pakaian kepada orang yang telanjang, Melawat orang sakit, Mengunjungi orang yang dipenjara dan Menguburkan orang mati.
Kedua, ada tujuh karya belas kasih rohani yakni Menasihati orang yang ragu-ragu, Mengajar orang yang belum tahu, Menegur pendosa, Menghibur orang yang menderita, Mengampuni orang yang menyakiti, Menerima dengan sabar orang yang menyusahkan dan Berdoa untuk orang yang hidup dan mati.
Maka, pada hari ini marilah kita bersama-sama untuk berani melayani Tuhan dan sesama karena dan untuk mewujudkan kasih. Jadikanlah hidup kita sempurna karena dan di dalam kasih yang sejati, yakni dalam kasih Kristus, Tuhan kita.***
DOA:
Ya Tuhan Allah, jadikanlah kami umat kristiani yang dipenuhi kasih dan kesetiaan untuk tetap percaya, penuh harapan dan yang selalu mewartakan keselamatan-Mu kepada setiap orang yang kami jumpai dalam hidup sehari-hari. Amin.
Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati saudara sekalian, (+) Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.
LEAVE A COMMENT