PERTOBATAN YANG MENYEMBUHKAN – RENUNGAN HARI MINGGU PRAPASKAH III, Minggu 19 Maret 2023

PERTOBATAN YANG MENYEMBUHKAN – RENUNGAN HARI MINGGU PRAPASKAH III, Minggu 19 Maret 2023

RENUNGAN HARI MINGGU PRAPASKAH III, Minggu 19 Maret 2023

PERTOBATAN YANG MENYEMBUHKAN

 

  • Minggu, 19 Maret 2023
  • Injil Yoh 9:1-41
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Pertobatan bukan menjadi beban melainkan menjadi kesempatan mengalami kasih Allah yang menyembuhkan.

Minggu Prapaskah IV ini disebut Minggu LAETARE atau minggu sukacita. Para imam dalam merayakan Ekaristi mengenakan stola dan kasula berwarna PINK. Mungkin kita bertanya: di mana sukacita itu? Bukankah seruan pertobatan justru semakin dikumandangkan? Sukacita di sini terungkap seperti disebut dalam antiphon pembuka, sukacita karena penghiburan dari Allah. “Bersukacitalah, hai Yerusalem, dan berhimpunlah, kamu semua yang mencintainya; bergembiralah dengan sukacita, hai kamu yang dulu berdukacita, agar kamu bersoraksorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu.” (bdk Yes 66:10-11).

Oleh karena itu, pertobatan bukan menjadi beban melainkan menjadi kesempatan mengalami kasih Allah yang lebih utuh.Pertobatan akan membuat orang serasa mengalami kesembuhan dari kebutaan, bangkit dari kelumpuhan, dan lebih dalam lagi mengalami rahmat Allah yang diberikan kepada kita. Lalu bagaimana kita merenungkan firman yang diwartakan pada hari ini?

Menarik untuk kita simak dan renungkan bersama warta Injil hari ini, yakni bahwa perdebatan dan penolakan yang terjadi dalam kisah taditampaknya tidak membuat Yesus diam dan tak berbuat apa-apa. Tatkala Ia dan murid-murid-Nya berjumpa dengan seorang buta sejak lahir, Ia bertindak mengadakan mukjizat, menyembuhkan si buta. Halangan apapun tidak melunturkan kasih-Nya untuk menolong orang yang menderita. Secara ajaib setelah mata si buta dijamah Yesus, orang itu taat dan segera membasuh dirinya di kolam Siloam. Seketika itu ia pun dapat melihat. Tidak dapat dibayangkan betapa luapan gembira dan sukacita yang dialami si buta yang sekarang dapat melihat.

 

Ketaatan dan mukjizat. Tanpa membasuh mata di kolam Siloam pun sebenarnya Tuhan Yesus bisa mencelikkan mata si buta. Yang Yesus pentingkan dalam peristiwa ini adalah ketaatan. Ketaatan yang dibarengi rasa syukur kepada Tuhan memegang peranan penting, tidak hanya di saat kita membutuhkan pertolongan-Nya, tetapi di setiap saat. Mukjizat terjadi karena ketaatan terhadap firman Tuhan. Si buta yang celik matanya, mensyukuri pertolongan Tuhan. Ia tidak takut menghadapi orang-orang yang meragukan kesembuhan yang telah dialaminya.

 

Dari warta Injil yang kita dengar pada hari ini kita harus menyadari bahwa kedudukan seorang buta di tengah masyarakat saat itu, dinilai sangat rendah, hina, tak berdaya, tak berharga. Namun penilaian ini tidak berlaku dalam diri Tuhan Yesus. Justru Ia mengubah keberadaan orang buta itu secara drastis. Harga diri dibangkitkan. Ia menjadi berani menjawab bertubi-tubi pertanyaan yang diarahkan kepadanya. Mula-mula dari para tetangganya, kemudian berhadapan dengan orang-orang Farisi.

 

Orang-orang Farisi itu akhirnya menegaskan bahwa Yesus bertindak salah dan tidak tahu adat karena melakukan mukjizat pada hari Sabat. Menurut mereka perbuatan itu bertentangan dengan Hukum Taurat. Keputusan orang-orang Farisi itu mendadak menimbulkan keberanian pada diri si pengemis yang dengan tegas dan lugu mengatakan bahwa: “Ia adalah seorang nabi!” Jawaban ini sangat mengejutkan para tetangga maupun orang-orang terhormat di sekitarnya. Si lemah telah menjadi kuat, berani berkata benar, dan menyatakan keyakinannya.

 

Berani karena benar. Kata-kata ini sangat populer di masa-masa perjuangan dahulu. Tetapi karena ambisi tidak sehat, makna kalimat menjadi kabur dan luntur. Banyak orang tidak lagi berani berkata hal yang benar. Masyarakat lebih cenderung memanipulasi kebenaran daripada harus menderita karena berkata benar, bertindak benar. Saat ini umat Kristiani dihadapkan pada pelbagai tantangan dan kesulitan. Kondisi ini bisa saja memaksa Kristen bertindak tidak setia pada kebenaran. Karena itu kesetiaan pada keyakinan terhadap Kristus harus tetap terjaga, berani berkata benar dan mempertahankan kebenaran sekalipun harus tetap menanggung resikonya.

 

Seperti yang dikisahkan tadi bahwa orang-orang Farisi menginterogasi orang buta yang telah sembuh itu dengan pertanyaan yang amat sinis. “Katakanlah kebenaran di hadapan Tuhan (secara harafiah: Muliakanlah Allah).” Sayang, ucapan itu diberi arti apriori, yaitu menuntut orang tersebut mengaku bersalah. Mereka bukan mencari kebenaran, tetapi menginginkan jawaban yang memuaskan diri sendiri.

 

Orang-orang Farisi ini sudah memutuskan bahwa Tuhan Yesus bukan berasal dari Allah, sebaliknya Ia adalah orang berdosa (ayat 24). Dengan otoritas mereka sebagai pemimpin agama, mereka memaksa orang yang dicelikkan matanya itu menyangkal mukjizat yang dia terima. Sikap mereka ini menunjukkan kebodohan dan keterbatasan mereka menafsirkan Hukum Taurat! Kebodohan mereka nyata dari cara mereka memaksa fakta harus sesuai dengan teori. Orang berdosa tidak mungkin mengadakan mukjizat seperti itu, maka pasti mukjizat itu tidak dapat terjadi.

 

Padahal mukjizat sudah terjadi dan saksinya ada di depan mata mereka. Orang-orang Farisi itu kini mengacu kepada Musa sebagai guru mereka. Sebelum ini mereka justru nyata salah ketika mengacu kepada Musa (Yoh. 5:46). Kini orang buta tersebut mempermalukan mereka (Yoh. 9:30). Alasannya jelas mukjizat yang dialaminya bukan sekadar penyembuhan cacat mata, tetapi penciptaan fungsi penglihatan yang tadinya tidak ada. Hanya Allah yang dapat menyertai pembuat mukjizat tersebut.

 

Kesombongan rohani membutakan mata orang bahkan dari kebodohan dirinya sendiri. Bukti-bukti mukjizat bahkan ajaran firman sekalipun dapat diputarbalikkan untuk mendukung kedegilan hati seseorang. Karena itu, kita harus merendahkan hati di hadapan Allah agar oleh anugerah-Nya kita diberikan keterbukaan dan kesediaan belajar terhadap kebenaran.

 

Mungkin di Antara saudara-saudari ada yang pernah dengar tentang Fanny Crosby, penggubah ratusan lagu-lagu rohani yang dikenal banyak orang Kristen, adalah seorang yang buta. Ia buta beberapa minggu sejak lahir dan kebutaannya dapat dikatakan akibat kesalahan dokter. Dalam kesaksiannya Fanny mengatakan bahwa berkat terbesar yang Tuhan berikan kepadanya adalah ketika “Tuhan mengizinkan penglihatan eksternalnya ditutup.” Tuhan telah mengkhususkan dia untuk suatu pekerjaan yang Tuhan sudah rencanakan. Ia mengungkapkan bahwa dalam kebutaan jasmani ia dapat melihat Allah lebih terang. Fanny buta secara jasmani, tetapi ia memiliki penglihatan rohani yang tajam.

 

Orang buta yang telah disembuhkan Yesus ternyata bukan hanya dicelikkan mata jasmaninya, tetapi Yesus membukakan juga mata rohaninya. Orang buta itu memang sempat diusir keluar (dikucilkan) oleh pemimpin-pemimpin agama Yahudi akibat keberaniannya bersaksi, tetapi Yesus mencari dia (ayat 35). Ketika orang-orang Yahudi mengusir orang buta itu keluar dari Bait Allah, Yesus justru menemui dia. Yesus tidak pernah meninggalkan orang-orang yang mau mengikut Dia.

 

Pertanyaan dan pengajaran Yesus membukakan mata rohani orang buta itu. Ia merespons dengan percaya dan sujud menyembah Yesus sebagai Tuhan dan Mesias (ayat 35-38). Sebaliknya kepada orang-orang Farisi, Yesus menyindir mereka sebagai buta (ayat 39). Kalau orang buta itu menyadari kebutaan rohaninya sehingga mau dicelikkan oleh Yesus, orang Farisi itu sebaliknya, merasa diri melek rohani sehingga menolak percaya dan menerima Yesus. Akibatnya mereka tetap tinggal di dalam kebutaan rohani mereka dan tidak bisa ditolong.

Pengetahuan agama dan pengalaman iman tidak serta merta mencelikkan seseorang pada pengenalan sejati akan Yesus. Bahkan sering kedua hal itu menjadikan seseorang sombong rohani, merasa sudah melek rohani sehingga tidak butuh dicelikkan oleh Yesus. Apakah kita termasuk golongan orang-orang seperti itu?***

 

DOA:

 

Ya Allah Bapa, bimbinglah kami agar tetap memiliki keberanian untuk berkata benar di tengah kebohongan yang dianggap biasa. Mampukan kami untuk tetap taat-setia kepada-Mu walau berat tantangan yang harus kami hadapi. Buatlah kami tetap rendah hati walaun kami mempunyai pengetahuan rohani lebih dari yang lain dan mampukanlah kami untuk sungguh-sungguh melibatkan hati serta tindakan nyata ketaatan kami kepada-Mu. Amin.

Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *