RENUNGAN HARI MINGGU BIASA III, Minggu 22 Januari 2023

RENUNGAN HARI MINGGU BIASA III, Minggu 22 Januari 2023

RENUNGAN HARI MINGGU BIASA III, Minggu 22 Januari 2023

KRISTUS, SANG TERANG SUKACITA

 

  • Minggu, 22 Januari 2023
  • Injil Mat 4:12-23
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

“Kristus Sang Terang dunia telah datang untuk menghalau kegelapan (lih. Yes 9:1), dan Sang Terang itu memanggil kita untuk turut memancarkan Terang-Nya. Sejauh mana kita telah memancarkan Terang Kristus melalui perbuatan dan perkataan kita?”

Di awal karya publik-Nya, Yesus memanggil para nelayan untuk menjadi murid-murid-Nya. Sungguh suatu pilihan yang mungkin tak masuk hitungan, jika kita berpikir dari cara pandang manusia. Sebab kita manusia jika menjadi pemimpin cenderung memilih staf pembantu yang sudah pandai dan ahli. Namun cara pandang Kristus berbeda dengan cara pandang kita. Sebab Allah berkenan kepada mereka yang kecil, sederhana, dan lemah, karena di dalam kelemahan manusialah kuasa Tuhan menjadi sempurna (lih. 2Kor 12:9). Betapa ini nyata dicatat juga dalam Perjanjian Lama, saat Allah memilih nabi Musa dan nabi Yeremia, yang tak pandai bicara (Kel 4:10; Yer 1:6); demikian juga Gideon yang paling muda dari kaum yang terkecil (lih. Hak 6:15); atau Daud, anak bungsu Isai, yang menjadi gembala domba (1Sam 16:11).

Demikianlah, Kristus juga memilih kaum miskin dan sederhana untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya. Sungguh dalam kesederhanaan pikiran, para nelayan itu, Simon Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes, menerima panggilan Kristus untuk menjadi penjala manusia. Mereka segera meninggalkan jala dan perahu mereka untuk mengikuti Yesus (lih. Mat 4:20,22). Tindakan mereka ini mendorong banyak orang di sepanjang sejarah Gereja, yang melakukan hal serupa, yaitu meninggalkan segala sesuatu, untuk memberikan diri seutuhnya kepada Tuhan Yesus. Tindakan para murid itu selayaknya membuat kita merenung, bersegerakah kita mengikuti Tuhan Yesus seperti yang mereka lakukan? Sejauh mana kita mau meninggalkan kehidupan kita yang lama, ‘zona nyaman’ kita, untuk mengikuti Dia? Sudahkah kita menjadi miskin di hadapan Allah, sehingga siap menyambut-Nya untuk mengisi hati kita ?

.

 

Sungguh warta Injil hari ini menggugah hati kita agar kitapun bersedia mengikuti teladan para Rasul, yang memberikan diri mereka untuk menjadi perpanjangan tangan Kristus. Kristus rindu untuk menjangkau setiap jiwa, namun untuk itu Ia mengundang kita untuk berperan serta. “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Mat 4:19)

Maka di samping itu, kita diingatkan agar mau mengikut Yesus, sebagaimana yang dilakukan oleh para rasul itu namun tidak hanya mengikuti Dia, tetapi juga agar kita mau diutus oleh-Nya dan mau melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan mewartakannya kepada seluruh bangsa. Dan kita semua tahu, bahwa perintah pertama dan utama yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus adalah perintah untuk mengasihi. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Namun kedua hal itu tercermin terutama, jika kita menjaga kesatuan dan menghindari segala macam perpecahan. Sebab di balik semua perpecahan itu, ada unsur kesombongan, menomorsatukan diri sendiri, dan tidak jarang, kegagalan untuk taat pada perintah dan kehendak Tuhan.

Bukankah hal ini nyata dalam perceraian suami istri, perpecahan dalam kelompok, atau bahkan perang antar negara? Maka sangatlah tepat, jika Rasul Paulus berkata dalam suratnya, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir….” (1Kor 1:10). Sungguh, kesatuan dalam kasih memang membutuhkan perjuangan untuk terus diwujudkan, namun jika itu terjadi, di sanalah terang Tuhan bersinar. Sebab dalam mewujudkannya, semua pihak belajar untuk saling mendengarkan, mencari solusi untuk kebaikan bersama, dan besar kemungkinan, melibatkan pengorbanan. Itulah sebabnya dalam suratnya tentang anjuran menjaga kesatuan dalam jemaat,  Rasul Paulus melanjutkannya dengan pemberitaan tentang Salib Kristus (lih. 1Kor 1:18- 2:5).  Bagaikan dua permukaan dalam satu mata uang, kesatuan kasih dan pengorbanan memang tiada terpisahkan.

Mungkin orang bertanya, bagaimana seandainya, sudah terlanjur terjadi perpecahan itu? Bagaimana kalau pasangan suami istri sudah terlanjur berpisah? Teladan Kristus yang dicatat dalam Injil mengajarkan kepada kita, bahwa tak ada kata terlambat untuk memulihkan perpecahan itu. Mari kita undang Tuhan Yesus untuk memulihkannya. Yesus memang telah memulihkan kehancuran manusia akibat dosa, melalui korban salib-Nya. Namun jangan lupa, pemulihan tersebut juga mensyaratkan pertobatan, ataupun pengorbanan dari pihak kita. Pertobatan dapat digambarkan dengan sikap meninggalkan keakuan dan keegoisan kita.

Pengorbanan dapat digambarkan dengan meninggalkan ‘zona nyaman’ kita. Seperti para murid Yesus yang pertama itu, yang rela meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus. Siapkah kita meninggalkan “keakuan” kita, untuk mengikuti Tuhan Yesus? Maukah kita meninggalkan kesombongan kita dan bersedia meminta maaf dan memperbaiki kesalahan—demi menjaga kesatuan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat? Atau, bersediakah kita, menjadi alat Tuhan untuk turut membantu sesama kita yang sedang bergumul dalam mengusahakan kesatuan kasih itu?

Menjaga kesatuan kasih adalah bukti nyata bahwa kita sungguh murid Kristus. Sebab dengan demikian, kita menyampaikan Terang Tuhan. Demikianlah kalau mau dirumuskan pesan firman Tuhan hari ini. Fakta bahwa kesatuan itu tidak mudah diwujudkan, tidak menepis fakta lainnya, bahwa kesatuan membuktikan kasih yang sejati, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Hal ini membuat kita langsung teringat kepada salah satu tanda Gereja sejati yang didirikan Kristus, yaitusatu, kudus, katolik, dan apostolik. Semoga kesatuan Gereja ini, yang tetap kokoh selama hampir 2000 tahun, dapat terus mendorong kita untuk selalu mengusahakan kesatuan kasih dalam keluarga kita, komunitas kita, dan negara kita. Hal ini membutuhkan kerja keras, namun di atas itu, membutuhkan kasih sejati dan kerendahan hati. Semoga Kristus Sang Terang memampukan kita semua untuk memperjuangkan kesatuan kasih itu, agar kitapun dapat menikmati buahnya. Sebab kesatuan kasih itu sungguh bercahaya memancarkan Terang Tuhan! Dan tak ada seorang pun di dunia ini yang tidak membutuhkan Terang itu.

Sungguh, Kristus Sang Terang dunia telah datang untuk menghalau kegelapan (lih. Yes 9:1), dan Sang Terang itu memanggil kita untuk turut memancarkan Terang-Nya. Seperti para murid itu, kitapun dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Supaya melalui kita, orang-orang di sekitar kita dapat melihat terang Kristus dan datang kepada-Nya. Mungkin ada baiknya kita bertanya kepada diri kita sendiri, sejauh mana kita telah memancarkan Terang Kristus melalui perbuatan dan perkataan kita? Apakah kita sudah dengan giat melaksanakan tugas pekerjaan kita sehari-hari dan siap menolong mereka yang membutuhkan bantuan? Sejauh mana kita mempunyai kepekaan untuk menghibur yang berduka, menyapa yang kesepian dan memberi semangat kepada yang berputus asa? Sejauh mana kita mau mempelajari dan merenungkan ajaran iman kita tentang Sang Terang itu, agar hidup kita dipimpin olehnya dan kita dapat membagikannya kepada sesama?***

DOA:

Ya Bapa yang maha pengasih dan penyayang, menjelang akhir hidup-Nya, Tuhan Yesus telah berdoa bagi para murid-Nya, ‘Semoga mereka semua bersatu, seperti Engkau, ya Bapa ada dalam Aku dan Aku dalam Dikau; supaya mereka juga bersatu dalam Kita, agar dunia ini percaya bahwa Engkau telah mengutus Aku.’ Maka kami mohon, ya Bapa: Semoga semua orang kristen bersatu padu dan giat mengusahakan kesatuan. Semoga seluruh pemimpin umat-Mu semakin menyadari perlunya kesatuan. Buatlah kami juga sanggup memancarkan Terang Kristus dan menjalankan perintah perutusan-Nya dengan bersatu dan mengasihi sesama. Amin.

Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *