RENUNGAN MINGGU ADVEN III

RENUNGAN MINGGU ADVEN III

RENUNGAN MINGGU ADVEN III

BERSUKACITALAH SELALU DALAM TUHAN

 

  • Minggu, 11 Desember 2022
  • Injil Mat 11:2-11
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Sukacita Kristiani, seperti halnya pengharapan, memiliki fondasi pada kesetiaan Allah, dalam kepastian bahwa Ia selalu menepati janji-janji-Nya….

 

Hari Minggu Adven III ini disebut sebagai Hari Minggu Gaudete, artinya, Minggu Sukacita. Kita diingatkan bahwa kita telah melewati pertengahan masa Adven, masa penantian kita akan perayaan Kelahiran Kristus. Warna liturgi hari ini, yaitu pink atau merah muda dimaksudkan untuk menunjukkan nuansa sukacita, karena kedatangan Kristus sudah semakin dekat. Ini jelas kita dengar dalam Antifon Pembuka: “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.”

Pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama adalah: Sungguhkah kita sungguh bersukacita karena Tuhan sudah dekat? Atau apakah kita memang merindukan sukacita karena Tuhan begitu dekat? Yang jelas, kabar gembiranya adalah, Tuhan Yesus memang datang ke dunia, untuk memberikan sukacita kepada kita. Paus Fransiskus di awal Ekshortasi Apostoliknya, Evangelii Gaudium, mengatakan, “Sukacita Injil memenuhi jiwa-jiwa dan hidup semua orang yang berjumpa dengan Yesus. Mereka yang menerima tawaran keselamatan-Nya, dibebaskan dari dosa, dukacita, kekosongan hati dan kesendirian. Dengan Kristus, sukacita terus menerus lahir secara baru….

 

… Saya mengundang semua umat Kristen, di manapun, pada saat ini, untuk memperbarui perjumpaan pribadinya dengan Yesus Kristus, atau setidak-tidaknya keterbukaan untuk membiarkan Dia menjumpai mereka. Saya meminta agar semua dari kalian melakukan ini setiap hari tanpa henti. Tak seorang pun boleh berpikir bahwa undangan ini tidak ditujukan kepadanya, sebab ‘tak seorangpun yang dikecualikan dari sukacita yang dibawa oleh Tuhan’.” (EG, 1,3).

Mengapa perjumpaan dengan Yesus membawa sukacita? Sebab kedatangan-Nya selalu membawa pemulihan dan kebaikan yang kita rindukan. Nabi Yesaya mengatakan, “mata orang-orang buta akan dicelikkan, telinga orang-orang tuli akan dibuka; orang lumpuh akan melompat seperti rusa dan mulut orang bisu akan bersorak sorai” (Yes 35:5). Tuhan Yesus menggenapi perkataan Nabi Yesaya ini. Dan ketika ditanya oleh para murid Yohanes Pembaptis yang bertanya kepada-Nya, apakah Ia adalah Mesias yang akan datang itu, Yesus berkata, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, … Berbahagialah orang yang tidak sangsi dan tidak menolak Aku” (Mat 11:4-5).

Dalam warta Injil Matius tadi dikatakan bahwa ketika Yohanes Pembaptis di penjara, dia menyuruh murid-muridnya bertanya kepada Kristus, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11:3). Apakah ini merupakan ungkapan kekecewaan dari Yohanes? Sama sekali tidak, karena Yohanes menyadari bahwa tugasnya telah selesai dan dia menginginkan agar para muridnya mendengar secara langsung jawaban dari Sang Mesias.

Yohanes Pembaptis adalah nabi yang begitu penting, karena dia adalah nabi yang membuka jalan bagi Sang Mesias. Ketika murid Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus telah memberikan kesaksian, membaptis dan semua orang pergi kepadanya (lih. Yoh 3:26), maka Yohanes Pembaptis berkata, “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya.

Dalam Yoh 3:27-30 dinyatakan bahwa “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” Dari jawaban Yohanes, kita dapat melihat bahwa dia menyadari bahwa dirinya harus semakin kecil dan Yesus harus semakin besar. Dengan kata lain, dia menyadari bahwa tugasnya telah selesai ketika mempelai laki-laki (Yesus) telah menyatakan dirinya kepada mempelai perempuan (umat Allah).

Kalau demikian, mengapa Yohanes menyuruh murid-muridnya untuk bertanya kepada Yesus, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11:3) Mungkin, sekilas terkesan bahwa ini adalah bentuk kekecewaan Yohanes terhadap Yesus. Bahwa Yohanes menyuruh muridnya untuk bertanya kepada Kristus adalah benar, namun tidak disebutkan bahwa itu adalah ungkapan keraguan Yohanes terhadap Yesus. Di satu sisi, kita juga dapat melihat kemungkinan yang lain. Yohanes Pembaptis menyadari bahwa kehidupannya di dunia telah mendekati akhirnya, [dalam keadaannya dipenjara oleh Herodes], sehingga dia mengkhawatirkan keadaan para murid-nya. Dengan mengutus murid-muridnya bertanya kepada Yesus, maka Yohanes Pembaptis menginginkan agar para muridnya dapat mendengar langsung kabar sukacita tentang Sang Mesias dari mulut Yesus sendiri, sehingga merekapun dapat mengikuti Yesus.

Dalam penjelasannyamengenai hal ini, St. Yohanes Krisostomus mengatakan, Yohanes Pembaptis menyuruh para murid-Nya untuk menanyakan hal tersebut kepada Yesus, bukan karena ia meragukannya atau karena ia tidak tahu tentangnya. Sebab Yohanes Pembaptislah yang pertama-tama  telah mengenali Yesus, ketika melihat-Nya dan ia berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29); dan dengan demikian mengenali Yesus sebagai Mesias yang akan menderita dan menjadi korban tebusan bagi umat manusia. Namun seperti yang tadi Yohanes Pembaptis menghendaki agar  para muridnya mengenal Yesus sebagai Mesias langsung dari Tuhan Yesus sendiri, dari perjumpaan dengan-Nya. Mengapa?

St. Krisostomus menjelaskan tanggapan Yesus: “Maka Ia [Yesus] mengendaki mereka [para murid Yohanes Pembaptis] mengetahui dari mukjizat-mukjizat-Nya dan dengan demikian menyampaikan ajaran-Nya kepada mereka dengan lebih jelas, tanpa kesangsian. Sebab kesaksian dari perbuatan lebih kuat daripada kesaksian dari perkataan. Karena itu, Ia langsung menyembuhkan orang-orang buta, lumpuh, dan banyak yang lain, bukan demi Yohanes yang sudah mengetahui [tentang-Nya sebagai Mesias], tetapi demi mereka yang lain yang meragukan-Nya. Sebab dikatakan, “Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik…” (St. John Chrysostom, Catena Aurea, Mat 11:2-6).

Kita pun pernah mendengar berbagai kesaksian tentang mukjizat Tuhan Yesus, atau bahkan telah mengalaminya sendiri. Namun sejauh mana kita sudah bersukacita dan bersyukur kepada-Nya? Sebab kesaksian tentang perbuatan Yesus yang ajaib dan pertolongan-Nya yang dinyatakan di dalam kehidupan orang-orang yang percaya kepada-Nya—termasuk dalam kehidupan kita—masih terus terjadi sampai saat ini. Hal ini semestinya membangkitkan di dalam diri kita sukacita dan kerinduan untuk semakin  mengenal dan mengasihi Dia, menyambut-Nya sebagai Tuhan dan Raja dalam kehidupan kita. Tuhan begitu mengasihi kita, sampai Ia mau mengambil rupa manusia untuk menjumpai kita. Bukankah ini sungguh adalah Kabar Sukacita?

Maka sungguh benar apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus, “Pesan Kristiani disebut ‘Injil” yaitu Kabar Gembira, sebuah berita sukacita bagi semua orang. Gereja bukanlah sebuah tempat naungan orang-orang murung, tetapi Gereja adalah rumah sukacita! Sukacita Kristiani, seperti halnya pengharapan, memiliki fondasi pada kesetiaan Allah, dalam kepastian bahwa Ia selalu menepati janji-janji-Nya… Dalam liturgi, undangan untuk bersukacita, untuk bangun, bergema berkali-kali, sebab Tuhan itu dekat, Natal pun dekat.

Seperti seorang ibu, Gereja mendorong kita untuk mengikuti dengan setia, jalan rohani agar kita merayakan Natal dengan luapan kegembiraan yang selalu baru….” (Paus Fransiskus, Minggu  Advent ketiga, 2013). Mari dengan sukacita yang baru kita menyambut Natal yang sudah di ambang pintu. Tuhan Yesus yang 2000 tahun lalu telah datang dan membawa banyak pemulihan, juga datang dan akan datang membawa pemulihan yang sama di masa kini, demi keselamatan kita. Betapa kita layak bersyukur dan bersukacita!***

 

DOA:

Ya Tuhan Yesus, Engkaulah sukacita kami. Kasih setia-Mu sungguh tak ada habisnya. Di Minggu Sukacita ini, nyalakanlah di hati kami, kerinduan akan Engkau, yang sebentar lagi kami sambut secara baru dalam perayaan Natal. Curahkanlah dan kuasailah diri kami dengan Roh Kudus-Mu sehingga Engkau memampukan kami untuk senantiasa bersukacita di dalam kasih-Mu. Amin.

Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa (+) dan Putera dan Roh Kudus. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *