RENUNGAN HARI MINGGU MISI
DOA ORANG RENDAH HATI
- Minggu, 23 Oktober 2022
- Injil Luk 18:9-14
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Pokok doa ialah Tuhan. Bukan aku! Jadi, orang yang berdoa tidak pernah menjadi pokok doa melainkan Allah.
Apa maksud perumpamaan mengenai orang Farisi dan pemungut cukai dalam Luk 18:9-14 yang kita dengarkan tadi? Disebutkan pada awal bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan itu kepada beberapa orang yang “menganggap diri benar” serta “memandang rendah semua orang lain”. Di sini, terasa adanya imbauan agar orang berani meninjau kembali gambaran tentang diri sendiri dan tentang sesama yang mewarnai hubungan dengan Tuhan dan, khususnya di sini, menentukan cara berdoa. Rama A. Gianto SJ, salah seorang pakar Kitab Suci, pada tahun 2019 lalu mengulas perumpamaan ini dengan mendalam. Beliau menuturkan:
Baik Orang Farisi dan pemungut cukai, kedua tokoh itu diceritakan sama-sama naik menuju ke Bait Allah “untuk berdoa”, di mana mereka mau menghadap Yang Mahakuasa dan membuka diri kepada-Nya, mau curhat kepada Tuhan, berkeluh kesah kepada-Nya, menyampaikan “uneg-uneg” beban batin kepada-Nya. Di sini kita dapat mengetahui dan juga percaya bahwa Allah itu walaupun jauh dan di tempat yang tinggi namun itu dapat didatangi. Dia ada di sana dan siap mendengarkan. Luar biasa! Lalu bagaimana dengan yang datang kepada-Nya? Apakah yang dibawakan kepada-Nya itu sepadan dengan perhatian-Nya?
Orang Farisi itu memasuki Bait Allah dengan kepercayaan diri yang tinggi dan penuh perhitungan. Dikatakan bahwa orang Farisi itu “berdiri dan berdoa dalam hatinya”. Maksudnya, ia “berhenti” di jalan masuk ke Bait Allah sambil merencanakan apa yang akan dikatakannya dalam doanya nanti. Artinya, itu belum sungguh doa, baru direncanakan dalam pikirannya walau sudah jelas ke mana arahnya. Ia bermaksud mengucap terima kasih karena ia tidak bernasib sama dengan kaum pendosa. Ia hidup dengan tidak perlu menjadi seorang perampok, penjahat, orang yang tak punya loyalitas, apalagi seperti pemungut cukai yang mengkhianati bangsa sendiri dengan memeras bagi penguasa asing.
Tentu saja dalam doanya itu, ia bermaksud mengingatkan Tuhan juga bahwa ia berpuasa dua kali seminggu dan mengamalkan bagi-Nya sepersepuluh dari semua penghasilannya. Ia merasa telah memenuhi semua kewajibannya. Semua beres. Dan doa yang akan disampaikan nanti pasti akan menjadi doa yang meyakinkan Tuhan pula. Itulah yang ada di benaknya.
https://www.youtube.com/watch?v=bUa1c3Ggb-k
Lalu bagaimana dengan si pemungut cukai? Dikisahkan, tadi bahwa Ia “berdiri jauh-jauh”. Ia juga berhenti, tapi berjauhan dengan orang Farisi tadi. Karena ia merasa tidak pantas untuk berada dekat dengan orang ‘saleh’ itu. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri. Apakah ia juga mau merencanakan sebuah doa? Sulit, ia bahkan tidak berani memandang ke atas. Allah Yang Mahakuasa itu membuat dirinya takut dan gentar.
Tidak seperti orang Farisi yang penuh kepercayaan diri itu. Meskipun merasa butuh menghadap ke Bait Allah, pemungut cukai itu tidak menemukan apa yang bisa disampaikannya nanti di sana. Ia tak punya apa-apa kecuali perasaan berdosa. Ia berulang kali menepuk dada dan minta dikasihani, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Menurut Yesus, pemungut cukai tadi pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Tuhan, tetapi orang Farisi itu tidak. Mengapa? Karena pemungut cukai tadi sudah benar-benar berseru kepada Tuhan dan Ia menjawab. Dalam seruannya ia menyediakan dirinya sebagai penerima belas kasih-Nya. Tidak seperti orang Farisi yang tidak perlu dikasihani oleh Tuhan apalagi minta dikasihani oleh sesamanya. Kemasan doa yang disiapkannya itu sarat dengan “aku…, aku…, aku….”.
Dirinya sendirilah yang menjadi pokok doanya. Tuhan semakin tidak mendapat tempat. Doanya tidak berisi apa-apa kecuali menyombongkan diri di hadapan Allah dan itu nyata karena dalam rancangan doanya terlalu penuh dengan dirinya sendiri. Sedangkan doa pemungut cukai itu terkabul karena membiarkan diri dipenuhi belas kasih dari atas. Di sini kita diingatkan bahwa pokok doa ialah Tuhan, bukan aku. Ingat akan doa yang diajarkan Yesus sendiri… Doa Bapa Kami, yang utama adalah Bapa dan bukan aku. Jadi, orang yang berdoa tidak pernah menjadi pokok doa melainkan Allah.
Maka perlu diperhatikan oleh kita semua seperti dikatakan pada awal perumpamaan bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan ini “kepada beberapa orang yang menganggap diri benar dan merendahkan semua orang lain”.
Bisa jadi saat ini dan di sini ada orang-orang yang yakin bahwa dengan menjalani serangkaian tindakan kesalehan, mereka boleh merasa aman dan dekat kepada Tuhan. Tentu saja mereka ini bukan sekadar berpura-pura. Namun, lambat laun timbul anggapan di antara mereka bahwa orang-orang lain jauh dari perkenan Tuhan. Orang-orang itu dianggap layak dijauhi, dan mereka semakin tidak diterima sebagai sesama.
Ketahuilah bahwa pendapat seperti ini menjadi cara mengadili orang lain, menjadi cara memojokkan orang yang tidak disukai. Menjadi cara menjatuhkan hukuman sosial. Sulitnya kerap kali yang dicap demikian juga sudah pasrah menerimanya. Mereka merasa diri memang patut disingkiri.
Namun, syukurlah di dalam umat itu masih ada orang yang mampu dan berani memikirkan apakah hal ini boleh dibiarkan terus. Apakah kehidupan itu ya harus seperti itu? Apakah Yang Mahakuasa juga memperlakukan orang demikian? Lalu, mereka mencoba menerapkan bagaimana sikap Yesus dalam menghadapi keadaan seperti ini. Di situ terlihat ingatan akan Yesus dan ajarannya bukan hanya kenangan belaka melainkan Roh yang hidup dan mendewasakan batin. Inilah suara hati yang makin bersatu dengan Roh Kristus yang hidup dalam batin orang, juga pada zaman ini.
Pada akhir perumpamaan itu Yesus berkata, “… siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri akan ditinggikan”. Tentulah di sini dikatakan untuk orang Farisi dan pemungut cukai, terutama kata-kata tadi diterapkan kepada orang yang mau meninggikan diri di hadapan Tuhan. Orang yang mencari kebesaran diri di mata orang banyak dan di hadirat Tuhan akan mengalami kekecewaan karena kenyataannya nanti jauh berbeda. Penghargaan yang mereka rasakan itu semu, tak bertahan lama karena mereka akan digeser kalau ada orang lebih penting datang, atau keliru sama sekali karena Tuhan tidak terkesan oleh omongan mengenai persembahan persepuluhan, mengenai puasa dua kali seminggu, apalagi oleh kecongkakan batin yang merendahkan orang lain.
Dengan perumpamaan tadi, Yesus hendak mengajak kita berpikir juga bagaimana orang dapat sungguh mendapat perkenan Tuhan dan menjadi tinggi di dalam pandangan-Nya, bukan besar di mata sendiri atau di muka manusia. Digambarkan dalam perumpamaan ini doa yang terkabul dan doa yang tidak terkabul.
Apa yang mesti dilakukan murid? Tentunya mereka diharapkan membantu orang-orang agar mau berdoa yang sungguh didengarkan oleh Allah. Yang jelas inventarisasi kebaikan diri sendiri bukan bahan doa yang pantas disampaikan ke hadapan Tuhan. Apakah kemudian doa pemungut cukai itu doa yang lebih baik? Tidak disebutkan demikian. Yang dikatakan, orang seperti pemungut cukai itu tadi pulang ke rumah dibenarkan.
Rasa-rasanya pemungut cukai itu pun masih butuh belajar berdoa. Mengakui diri pendosa itu baik, namun kemudian harus berbuat apa selanjutnya? Hal ini kiranya masih bisa dikembangkan. Ini adalah tugas kita untuk membantu orang-orang berdosa seperti itu. Sikap mereka meminta belas kasih Tuhan itu menjadikan hidup mereka berharga. Tentunya ini Kabar Gembira buat mereka. Bila orang-orang ini dapat mengalami Kabar Gembira lebih jauh, mereka pasti akan lebih berani mendekat kepada Dia yang Maharahim itu.
Kita harus mengakui bahwa banyak orang di masa kini dapat merasa apa itu hidup dalam kedosaan, apa itu ‘takut pada Tuhan’, tetapi kurang melihat bahwa Tuhan itu juga yang penuh kerahiman. Maka, apakah kita umat beriman yang hidup sebagai murid-murid Yesus zaman sekarang ini berani bersaksi akan kerahiman Allah seperti Tuhan Yesus sendiri mengajarkannya kepada orang banyak pada masanya, bahwa Allah itu maharahim, mendengarkan doa orang beriman yang sungguh percaya dan memohon akan belaskasih-Nya. ***
DOA:
Ya Tuhan Allah, kami percaya bahwa walau Engkau jauh mahatinggi dan mahakuasa namun Engkau tetap bersedia ditemui dan mau mendengarkan keluh kesah hidup kami. Kami mengakui bahwa kami orang-orang yang sering jatuh dalam dosa, ampunilah kami dan tolonglah supaya kami dapat bangkit kembali dari kedosaan kami dan tetap mengarahkan hidup yang senantiasa mencari untuk menemukan dan melaksanakan apa yang Kaukehendaki dalam ini. Amin.
Semoga Allah Yang Mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa (+) dan Putra dan Roh Kudus. Amin.
LEAVE A COMMENT