RENUNGAN MINGGU BIASA XXVII

RENUNGAN MINGGU BIASA XXVII

IMAN SEPERTI BIJI SESAWI

 

  • Minggu, 02 Oktober 2022
  • Injil Luk 17:5-10
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

 

Hidup Allah telah bekerja di dalam iman kita dan kuasa Allah akan bekerja melalui diri kita. Jika demikian, yang terjadi adalah bahwa kuasa Allah sedang menggenapi tujuan-Nya.

 

Seperti yang tadi kita dengar para rasul memohon kepada Yesus, “Tuhan, Tambahkanlah iman kami!” Di dalam menjawab pertanyaan serta permintaan tersebut, Yesus melihat betapa pentingnya memiliki iman dan apa yang dapat dilakukan dengan iman.

Dengan kata lain mau dikatakan bahwa para rasul itu sudah memiliki iman, dan mereka meminta iman mereka tumbuh berkembang. Hal ini penting untuk diperhatikan dan dipahami.  Jadi ini bukan suatu pengakuan bahwa para rasul tidak memiliki iman, melainkan pengakuan bahwa iman mereka tidak cukup besar.

Apa jawaban Yesus? Ia menjawab, “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja.” Apakah iman para rasul itu bahkan tidak sebesar biji sesawi? Apakah itu berarti bahwa para rasul ini imannya bahkan tidak sampai sebesar biji sesawi?

Jika kita berpikir dalam kerangka ukuran, maka itu tidak tepat  dalam memahami maksud ajaran Yesus. Ketahuilah bahwa benih sesawi memang berukuran sangat kecil, akan tetapi ia memiliki isi yang lengkap (komplet). Yang penting bukanlah ukurannya, melainkan kelengkapannya (completeness). Dari sini jika kita berpikir tentang ukuran, maka kita telah salah mengerti.

Jelas sekali bahwa iman tidak dinilai berdasarkan ukuran atau kuantitasnya. Iman dinilai berdasarkan kualitasnya. Tidak ada gunanya memiliki sesuatu yang sangat besar seperti batu gungung tetapi mati, tidak akan pernah bertumbuh berkembang lagi. Nah, di sini kiranya para rasul berbicara tentang pertumbuhan dan Yesus menyatakan bahwa yang bisa bertumbuh hanya sesuatu yang dilengkapi dengan kehidupan. Dan sebiji benih memiliki kehidupan.

Yesus sedang berkata bahwa sekalipun mereka memiliki iman, akan tetapi iman mereka belum atau tidak lengkap. Sebiji benih memang sangat kecil namun sempurna. Jika benih itu tidak sempurna maka ia tidak akan bertumbuh.

https://www.youtube.com/watch?v=1VCDClvoCRc

Yesus sebenarnya mau mengatakan, “Imanmu itu masih kurang lengkap, masih kurang sempurna. Apakah kamu ingin menumbuhkan iman? Satu-satunya jalan untuk itu adalah dengan pertama-tama memastikan kesempurnaannya. Iman yang kamu miliki, jika tidak sempurna, maka ia tidak akan bertumbuh. Kamu meminta agar aku menambahkan imanmu. Imanmu itu akan bertumbuh jika ia lengkap, sempurna. Biji sesawi memang sangat kecil tetapi sudah lengkap, tidak kekurangan apa-apa. Jika kamu ingin memiliki iman yang bertumbuh, maka imanmu itu harus sempurna. Yang tidak sempurna tidak akan bertumbuh. Ada sesuatu yang hilang dari imanmu, sesuatu yang membuat imanmu sama dengan benda mati, karena ia tidak bisa bertumbuh. Kamu tidak memiliki jenis iman yang dapat bertumbuh itu karena tidak dilengkapi dengan kehidupan yang fungsional dari Allah.”

Kata Yunani yang sama (yang berarti ‘menambahkan‘) juga dipakai oleh Yesus di dalam Matius 6:27, “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” Jadi, hanya benih yang lengkap (komplet), yang tidak ada kekurangannya, yang akan mampu bertumbuh. Inilah prinsip dasar kehidupan.

Maka Yesus berkata selengkapnya, “Sekiranya kamu memiliki iman sebesar biji sesawi saja, namun dilengkapi dengan hidup Allah di dalamnya, sempurna tanpa cacat seperti halnya biji sesawi itu, maka kamu akan bisa berkata kepada pohon ara ini, ‘Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut,’ maka pohon itu akan taat kepadamu.”

Jadi dengan jenis iman yang tepat seperti itu, Anda bisa berkata kepada pohon ara yang besar itu, “Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut,” bukannya terlempar ke dalam laut, namun tertanamlah di dalam laut. Sejak kapan sebuah pohon ditanam di dalam laut? Kita tentunya menanam pohon di tanah, bukan?

Di sini Tuhan memang sedang menyampaikan sesuatu yang luar biasa. Jika Anda memiliki iman, maka atas perintah Anda, sebatang pohon bisa tercabut dari tanah dan tertanam di dalam laut, bukannya terjatuh. Ketahuilah kata ‘tertanam’ adalah kata yang memiliki makna pertumbuhan. Jadi, di sini Yesus sedang berkata, “Kalian meminta pertambahan, akan tetapi Aku akan berbicara tentang pertumbuhan, tentang kehidupan.” (Laut = seperti Danau Galilea, bukan laut asin). Maka sebenarnya Yesus sedang berbicara atau menyampaikan pesan rohani. Ingatlah selalu bahwa setiap kali Yesus menyampaikan sesuatu, ia sedang berbicara perkara rohani. Maka, apa makna rohani dari kalimat itu?

Pohon sering dipakai sebagai lambang bagi manusia di dalam Kitab Suci. Manusia sering kali diibaratkan seperti sebatang pohon. Jadi Yesus sedang berbicara tentang manusia di sini. Di samping itu dalam perumpamaan ini, kita melihat adanya pohon yang dicabut dari tempat ia biasa tumbuh ke tempat yang sama sekali baru baginya, tempat yang bukan habitat biasanya (laut=danau). Apa yang terjadi dengan kita manusia yg dilambangkan dengan pohon ketika dicabut dan dipindahkan/ditanam menjadi orang Kristen sejati atau keselamatkan? Ingat, tak lain di sini terjadi ‘pencangkokan’ hidup pada Kristus.

Kita dipindahkan, menurut Petrus di 1Ptr 2:9, “keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”. Paulus juga berkata di dalam Kol 1:13, “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih.” Pencangkokan atau pemindahan adalah gambaran dari keselamatan di dalam Kita Suci. Jika kita masih belum dipindahkan, jika kita masih belum dicangkokkan, berarti kita masih belum diselamatkan. Namun setiap orang yang diselamatkan dengan mengakui kepenguasaan dan kejuruselamatan Kristus pasti dipindahkan keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, ke dalam kerajaan-Nya.

Dan di sini, kita juga melihat gambaran bahwa sama seperti akar sebuah pohon yang mencengkeram tanah, begitu pula halnya dengan manusia duniawi mencengkeram dunia ini. Manusia duniawi tidak rela melepaskan dunia ini. Seperti akar, hatinya memeluk erat dunia ini. Namun ketika kita menjadi seorang Kristen maka kita akan tercabut dari tanah dan dicangkokkan ke dalam lingkungan baru yang bukan merupakan lingkungan alami kita, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus di dalam Roma 11:17. Kita dicangkokkan, ditanam ke dalam keadaan yang baru, seperti cabang zaitun liar yang dicangkokkan ke pohon zaitun sejati. Dan perpindahan ini memang bertentangan dengan kodrat alam.

Diselamatkan berarti masuk dalam hidup yang bertentangan dengan kodrat alam. Kita dicabut dari tanah tempat Anda biasanya menjalani hidup ini, yaitu kehidupan duniawi, dan kita dicangkokkan ke dalam hidup yang baru di dalam kerajaan Allah. Tentu saja kita akan mendapati bahwa kehidupan di dalam kerajaan Allah ini sangat asing bagi kita.

Kehidupan di kerajaan Allah adalah kehidupan rohani. Sekarang kita masuk ke dalam hidup terang Allah. Selama ini hidup kita jalani dalam kegelapan, tempat yang akrab dengan diri kita. Ketika kita menjadi seorang Kristen, kita dipindahkan ke dalam cahaya terang-Nya Tuhan.

Yesus berkata, “Jika kamu memiliki iman, maka kamu akan dapat berkata kepada sebatang pohon untuk tercabut dan tertanam di tempat lain.” Yesus menegaskan bahwa kata-kata kitalah yang mengerjakan semuanya. Kamu dapat berkata pada pohon ara ini. Ini menunjuk pada kata-kata yang terucaplah yang memiliki kuasa. Dan ini sungguh luar biasa! Bayangkan ada orang yang rendah hati dan tidak menguasai teknik berkata-kata (berkhotbah) yang baik, pada saat berbicara ia seperti sulit mengeluarkan kata-kata, namun ketika ia berbicara, Allah mengizinkan banyak hal terjadi.Artinya kuasa dari Firman yang diucapkan! Ini adalah hal yang sangat penting.

Maka yang Yesus sampaikan itu adalah, “Kalau sekiranya kamu memiliki iman seperti benih sesawi, yang kecil tetapi lengkap – dibentuk dengan sempurna berikut kehidupan yang fungsional, tanpa ada bagian yang hilang, maka kamu akan bisa berkata kepada pohon ara yang besar itu dan ia akan menuruti kamu.” Mengapa bisa begitu? karena hidup Allah telah bekerja di dalam iman kita dan kuasa Allah akan bekerja melalui diri kita. Yang terjadi adalah kuasa Allah sedang menggenapi tujuan-Nya.

Jika kita hidup di dalam persekutuan kasih seperti ini dengan Allah, di dalam hubungan yang berserah sepenuhnya dan secara sempurna kepada Dia – dan inilah yang disebut iman – lalu saat kita menyampaikan Firman-Nya, maka akan segera terjadi banyak hal. Orang-orang akan mulai berubah. Orang-orang akan banyak yang dilahirkan kembali. Akan banyak orang yang dipindahkan dari kegelapan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib, dari kerajaan dunia ke dalam kerajaan Anak-Nya.

Nah, jika Anda ingin mewartakan Injil, Firman Tuhan, hendaknya kita sampaikanlah dengan penuh kuasa. Apa gunanya memberitakan Injil tanpa kuasa? Dan kuasa itu tidak akan kita dapatkan dari seminari atau kursus kitab suci atau Agama. Lalu dari mana kita akan memperoleh kuasa itu? Dari Allah sendiri. Bagaimana cara memperoleh kuasa dari Allah? Dengan jalan memiliki iman yang sama seperti sebiji benih sesawi. Betapa kita rindukan kuasa ini, ketika kita menyampaikan firman Tuhan, Firman tersebut ditaati! Orang-orang akan dikeluarkan dari kerajaan kegelapan menuju kerajaan Anak-Nya yang kekasih. Tapi bagaimana mendapatkan kuasa ini?

Sangatlah penting untuk diperhatikan bahwa ada dua hal yang diperbandingkan lewat sebiji benih sesawi di dalam Injil Lukas ini: kerajaan Allah (Luk 3:19) dan iman (Luk 17:6). Jadi terdapat kesejajaran antara kerajaan Allah dengan iman.

Apa itu kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah, kedaulatan-Nya atas hidup kita, kedudukan-Nya sebagai Penguasa dan Tuan di dalam hidup kita, pemerintahan-Nya atas hidup kita.

Dan apa itu iman? Iman adalah tanggapan yang penuh dan utuh pada kepenguasaan-Nya atas hidup kita. Itulah iman. Jadi keduanya adalah dua aspek dari hal yang sama.

Pemerintahan Allah sebagai raja atas hidup kita tidak akan ada artinya jika kita tidak menanggapinya dalam komitmen yang total. Maka, jika komitmen kita tidak total, maka iman kita tidak sempurna. Jika tidak sempurna, berarti ada yang kurang. Jika ada yang kurang, berarti tidak bisa bertumbuh. Tidak akan memiliki kuasa. Mengertikah apa maksudnya? Tidak heran jika biji sesawi dalam saat yang bersamaan bisa melambangkan kepenguasaan Kristus dan komitmen total kita kepadanya karena keduanya memang merupakan dua sisi dari hal yang sama. Kedua hal tersebut begitu erat kaitannya sehingga kita tidak boleh memisahkannya, seperti  biji sesawi sempurna yang punya daya untuk tumbuh dan berkembang.

Perhatikan juga, kepada siapa Yesus menyampaikan ucapannya ini? Kepada para rasul. Para rasul ini sudah meninggalkan segalanya untuk mengikut Yesus. Mestinya mereka ini adalah orang-orang yang berkomitmmen total.

Pertanyaan menantang untuk kita semua: Apakah iman kita lengkap, sempurna? Kita mungkin bertanya, apa kaitan pertanyaan itu dengan perumpamaannya? Tidakkah bahwa keempat ayat dari perumpamaan Yesus ini “Tuhan, tambahkanlah iman kami!” akan menjelaskan kepada kita bagaimana caranya membuat iman dilengkapi dengan kehidupan yang dari Allah, supaya ia dapat bertambah.

Dalam warta Injil tadi akhirnya kita mendengar: Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.”Perhatikan kata ‘segala’. Pada bagian awal tadi, kita katakan bahwa benih sesawi itu lengkap dan sempurna, dan saya pakai kata atau istilah ‘total’. Nah, kata segalaitu bermakna total. Dari sanalah kata ‘komitmen total’ berasal.

Dalam Ulangan 6:5 dan Matius 23:37 dikatakan, “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu“. Alkitab tidak berkata, “…segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatanmu,” tetapi setiap bagian diawali dengan kata segenap, untuk menekankan totalitas, keutuhan dari komitmen tersebut. Kemudian dilanjutkan“…. hendaklah kamu berkata, ‘Kami ini hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”

Mungkin kita akan berpikir bahwa apabila kita telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepada kita, maka kita sesungguhnya orang kudus, orang sempurna.” Sayang sekali. Kita masih belum menjadi seorang yang spesial. Mengapa?

Tadi kita menedengar kelanjutan firman tersebut, “Hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak layak (unworthy); kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Apa artinya itu? Bukan soal karena tidak memperoleh keuntungan untuk si Tuan maka tidak layak. Di dalam kehidupan Kristen, kita harus rendah hati dan satu-satunya jalan untuk menjadi rendah hati adalah dengan menerima fakta yang ada bahwa kita memang adalah hamba.

Pesan yang ingin disampaikan lewat perumpamaan itu Yesus sedang mengajarkan kita bahwa sudah merupakan urusan kita sehari-hari sebagai seorang Kristen, sebagai seorang murid, seorang rasul masa kini (karena ia menyampaikan ini kepada para rasul), untuk menjadi hamba yang melayani Tuhan sepenuhnya yang setia tanpa mengeluh atau bersungut-sungut dalam menjalaninya.***

 

DOA:

Ya Tuhan Allah, buatlah kami selalu menjadi orang yang rendah hati sebagai hamba-hamba yang setia melayani apa yang menjadi kehendak-Mu dalam hidup sehari-hari. Curahkanlah rahmat-Mu senantiasa sehingga iman kami dapat tumbuh dan berkembang yang mewujud dalam tindakan dan perbuatan baik kami setiap saat. Amin.

Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *