RENUNGAN MINGGU BIASA XXII
MEMBERI TEMPAT PADA YANG LAIN
- Minggu, 28 Agustus 2022
- Injil Luk 14:1.7-14
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Yesus mengimbau agar setiap murid berusaha menyediakan tempat terhormat sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, semakin banyak orang dapat dibawa ke tempat yang terhormat.
Para pengikut Yesus dalam Gereja Perdana semakin menyadari bahwa mereka diutus ke pelbagai penjuru dunia menyampaikan Injil Kabar Gembira dengan menyembuhkan orang sakit, mengajar dan meneguhkan iman. Orang cacat, orang buta, janda miskin mereka usahakan agar tidak melulu menjadi penerima sedekah atau orang-orang yang ditolerir keberadaannya, melainkan menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Itulah kerasulan murid-murid generasi awal.
Dulu atau sebelumnya tidak banyak didengar bahwa iman dapat diwartakan dalam ujud pelayanan bagi kemanusiaan. Sadarilah bahwa dalam mewartakan kedatangan Kerajaan Allah Tuhan Yesus menyembuhkan orang, mengusir setan, memperkenalkan kerahiman Allah, dan di sini Dia meninggikan nilai kemanusiaan. Perlu diingat bahwa Ia juga mengikutsertakan para murid dalam kegiatan-Nya sehingga mereka menjadi rekan sekerja-Nya.
Warta Injil hari ini berawal dengan kisah kedatangan Yesus pada suatu hari Sabat untuk makan di rumah seorang Farisi yang terpandang (Luk 14:1). Di sana semua mata tertuju kepada Yesus dengan penuh perhatian. Mereka mendengar bahwa Yesus pernah menyembuhkan orang pada hari Sabat (Luk 13:10-17).
Kemudian dikisahkan bagaimana Yesus tanpa ragu-ragu menyembuhkan lagi orang yang sakit busung air yang datang kepadanya. Ketika orang bertanya-tanya apakah tindakan ini bisa dibenarkan, ia menjawab, siapa yang tidak berbuat sesuatu bila anaknya atau lembunya terperosok ke sumur pada hari Sabat (ayat 5). Maksudnya, keadaan yang mendesak bakal mengizinkan orang menjalankan hal yang biasanya tidak boleh dilakukan. Yesus menghimbau orang memakai akal sehat.
https://www.youtube.com/watch?v=civ-h68EQeY
Di situ Yesus mengingatkan, bukankah orang mengeluarkan lembu atau keledainya dari kandang setiap hari, juga pada hari Sabat, agar hewan dapat pergi ke tempat minum? Apalagi kini ada keturunan Abraham yang sudah 18 tahun menderita terikat kuasa Iblis. Kata-kata ini disampaikan Yesus untuk menjawab keberatan kepala rumah ibadat yang melihat Dia menyembuhkan pada hari Sabat.
Menyembuhkan orang pada hari Sabat memang bukan hal biasa. Mengapa dilarang bila keadaannya mendesak dan bakal memburuk bila tidak dikerjakan? Ingatlah bahwa bentuk-bentuk kerasulan baru biasanya tumbuh dari keadaan mendesak seperti itu. Sering ujud dan cara pelaksanaannya tidak mengikuti pola-pola yang lazim dan tidak langsung dimengerti rekan sekerja.
Kemudian peristiwa penyembuhan pada hari Sabat di rumah seorang Farisi itu kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan ajakan agar orang menaruh diri di tempat yang rendah (Luk 14:7-11) dan seruan untuk tidak melupakan orang-orang yang biasanya tidak dapat ikut serta dalam kegembiraan pesta (Luk 14:12-14). Apa maksud kedua pengajaran itu?
Pada bagian pertama, perumpamaan mengenai orang yang menduduki tempat terhormat tapi kemudian diminta pindah ke belakang dan orang yang duduk di belakang tapi dipersilakan maju menunjukkan adanya keinginan orang untuk dianggap orang terpandang. Tetapi apa pokok pengajaran perumpamaan ini? Menaruh diri di tempat yang rendah agar dipersilakan ke tempat yang terhormat kerap kali dimengerti sebagai menjalankan kerendahan hati dan berkelakuan baik-baik. Jadi dimengerti sebagai ajaran agar tidak menonjolkan diri dan alih-alih membiarkan orang lain mencarikan tempat yang lebih layak. Apakah Yesus bermaksud mengajarkan sopan santun sambil mengkritik kebiasaan mereka yang suka mencari tempat yang dianggap tempat terhormat? Atau dia memakai amatan dalam perumpamaan itu untuk mengajarkan suatu hal mengenai Kerajaan Allah?
Memang seorang tamu boleh jadi merasa berhak menduduki tempat yang terpandang. Tetapi hanya tuan rumahlah yang betul-betul tahu mana tempat yang cocok bagi orang yang diundangnya. Penginjil Lukas menyebut uraian Yesus itu “perumpamaan” (Luk 14:7) justru agar pembaca berusaha mencari hikmatnya dan bukan langsung menerapkan bentuk luarnya pada tingkah laku sopan santun. Diajarkan apa artinya membuat tuan rumah tadi sendiri yang mencarikan tempat, mempersilakan tamunya menduduki tempat yang disediakan baginya.
Kepada siapa pengajaran dalam bentuk perumpaan itu ditujukan? Tentunya kepada para murid. Tetapi tidak berarti bahwa mereka itu orang-orang yang berusaha mencari tempat yang terhormat atau yang pandai memilih tempat rendah agar ditinggikan nanti. Ini bukan alegori, melainkan perumpamaan yang mengajak orang berpikir. Baik diperhatikan dalam kisah itu hanya ada satu saja tempat terhormat. Padahal banyak yang ingin mendapatnya.
Apakah semua orang diminta untuk bersikap rendah hati dan tidak mengingini tempat itu? Saya kira itu Meleset! Lebih tepat bila perumpamaan itu dilihat sebagai imbauan kepada para murid agar berusaha menyediakan tempat terhormat sebanyak-banyaknya sehingga makin banyak orang dapat dibawa ke tempat yang terhormat. Tak peduli apa mereka datang duluan atau kemudian, ingin duduk di muka atau memilih ada di belakang dengan harapan nanti dipersilakan ke depan.
Cara memahami seperti ini hanya mungkin bila perumpamaan tadi tidak dianggap berbicara mengenai tempat perjamuan yang biasa. Di situ hendak diajarkan perihal Kerajaan Allah. Dalam artian ini para undangan mirip dengan para pekerja kebun anggur yang diupah sama walaupun jumlah jam kerja mereka berlain-lainan seperti diceritakan dalam Mat 20:1-16. Dalam perumpamaan penginjil Matius itu upah yang sama bukan ketidakadilan melainkan pemberian dan kemurahan hati pemilik kebun yang ingin agar makin banyak orang menikmati keberuntungan.
Kerasulan zaman ini macam-macam ujudnya, termasuk yang sering disebut karya pelopor seperti misalnya pelayanan kaum pengungsi, pendampingan buruh harian, penampungan dan rehabilitasi bekas penyandang narkoba, gelandangan dan anak jalanan, perawatan dan pendampingan terhadap sesama penyandang disabilitas. Pelbagai bentuk kerasulan baru yang dikenal sekarang pada dasarnya bertujuan mengentas orang-orang yang hidup dalam kondisi hidup yang kurang layak akibat macam-macam ketakberuntungan. Keadaan ini membuat mereka kurang dapat ikut menikmati kemurahan Tuhan. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa para pelayan pastoral yang terjun dalam kerasulan ini diajak ikut menyediakan tempat terhormat sebanyak-banyaknya bagi orang-orang yang mereka layani. Kerasulan pelopor memiliki banyak kemungkinan untuk mewujudkannya.
Dalam bagian kedua, yakni Luk 14:12-14, ada pengajaran yang melengkapi bagian pertama tadi. Jika murid-murid dihimbau agar ikut menyediakan tempat terhormat sebanyak-banyaknya sehingga banyak orang nanti dapat ikut menikmatinya, lalu manakah karya yang paling membawa ke tujuan itu? Jawabannya sederhana, yakni “undanglah orang yang tak bakal mampu balas mengundang, yakni orang miskin, cacat, lumpuh dan buta!” Dan kebaikan yang tak langsung bisa berbalas ini dikatakan menjadi sumber kebahagiaan bagi yang mengadakan pesta.
Dinasihatkan agar orang mencari balasan yang benar-benar patut diharapkan, yaitu balasan yang diberikan pada hari terakhir oleh Yang Maha Kuasa sendiri. Dengan demikian diajarkan agar orang menjalankan kebaikan kepada kaum lemah dengan dorongan yang amat manusiawi tetapi sekaligus juga amat religius. Manusiawi karena balasan tetap diharapkan dan apa jeleknya mengharapkan balasan yang setimpal? Tetapi juga dorongan itu bersifat religius karena balasan yang bakal diperoleh itu baru sungguh didapat pada hari kebangkitan orang-orang benar kelak. Inilah pengajaran iman bagi mereka yang bekerja bagi orang yang tak bisa membalas budi dengan cara yang sama di dunia ini.
Mengingat bahwa ada orang-orang yang akan jatuh ke dalam aib abadi atau kesengsaraan kekal, maka bagaimana menghindari malapetaka ini? Dalam warta Injili, ada kesadaran bahwa Yang Maha Kuasa tidak tinggal diam. Ia mengirim utusan-Nya menyampaikan Kabar Gembira bahwa Kerajaan Allah sudah datang, dalam diri utusan itu sendiri, yakni Yesus Kristus. Dengan mengikutinya orang akan tertuntun masuk ke kelompok mereka yang nanti pada akhir zaman akan dibangkitkan dan mendapat hidup kekal. Mereka yang percaya kepada Kabar Gembira ini diminta agar berani mengikutsertakan orang-orang yang biasanya dianggap tidak masuk hitungan, orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan buta. Datang mendekat ke Kerajaan Allah berarti mulai memperoleh kembali penglihatan, berbagi kekayaan Tuhan, dapat berjalan kembali.
Kemuliaan Tuhan makin tampak nyata bila Ia makin dekat pada manusia dan bukan bila Ia jauh dan tak terjangkau. Pelayan pastoral yang peka akan dapat banyak membuat-Nya makin dekat kepada kemanusiaan. Dalam hal ini, kaum religius dapat berbuat banyak. Sebagai orang yang mengajak sesama bergembira datang ke perjamuan dalam Kerajaan Allah, seorang religius juga boleh percaya bahwa kegiatan ini dapat menjadi jaminan bagi kebahagiaan sendiri juga. Untuk itu tak perlu lagi ragu-ragu mengikutsertakan orang-orang yang umumnya dianggap tak pantas, yang tak bisa membalas, yang tidak bisa datang sendiri, tapi membutuhkan dan minta dituntun. Mereka itu disayangi Tuhan dan bila kita mempertemukan mereka kembali dengan-Nya, dapatkah Dia melupakan kebaikan ini? ***
DOA:
Ya Tuhan Allah Yang Mahakasih, Engkau senantiasa memperhatikan manusia ciptaan-Mu untuk dapat masuk dan hidup dalam Kerajaan-Mu. Engkau selalu mendorong kami untuk berbelas kasih terhadap sesama, terutama yang menderita, yang kurang beruntung nasibnya, dan yang membutuhkan pertolongan sebagai wujud pewartaan Kabar Gembira-Mu pada masa kini. Semoga dengan usaha dan perbuatan kami pada mereka sungguh membawa kami semua untuk dapat memasuki Kerajaan-Mu yang kekal. Amin.
Semoga Allah Yang Mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.
LEAVE A COMMENT