RENUNGAN HARI MINGGU BIASA VII
MURAH HATI SEBAGAIMANA BAPA
- Minggu 20 Februari 2022
- Injil Luk 6:27-38
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Melalui Yesus, kita mengalami kemurahan hati Allah. Demikian pun kita didorong-Nya untuk bermurah hati pada sesama, kendati ia seorang yang dipandang jahat dan tidak tahu terima kasih.
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari, soal balas-membalas itu hal yang biasa dan ‘lumrah’ (Jawa). Termasuk dalam hal ini adalah soal kasih. Namun, bila bertanya diri apa yang dikehendaki Tuhan dalam hal kasih ini, mungkin saja kita sebagai orang beriman mulai terpikir apakah memang harus begitu? Atau, kita seharusnya bersemangat kasih tanpa pamrih yang berakar dalam Allah sendiri?
Ada kecenderungan spontan untuk memperlakukan orang lain menurut perlakukan yang diterima darinya. Orang yang menunjukkan kebajikan dan tahu berterima kasih, boleh mengharapkan perlakuan yang baik pula. Demikian dijaga perimbangan dalam hidup bersama. Tetapi bagi Yesus itu cara orang berdosa; dan bukan cara yang dikehendaki Allah.
Warta Injil hari ini rupanya menantang kita untuk mendobrak lingkaran balas-membalas dengan meninggalkan prinsip timbal balik dan tidak mengejar hukuman yang setimpal, sebaliknya secara positif menjawab kejahatan dengan kebaikan, perampasan dengan pemberian, kesalahan dengan pengampunan, kekerasan dengan tindakan damai yang menggugah hati, dst.
Lalu, bagaimana kita harus bersikap? Yang jelas, tuntutan yang tinggi seperti akan tinggal cita-cita belaka, bila tidak didukung motivasi yang mampu menggerakkan kita. Di sini diberi motivasi, pertama-tama melalui suatu kaidah umum, yakni apa yang diinginkan bagi dirinya sendiri menjadi patokan untuk memperlakukan orang lain, serta dorongan untuk memperlakukannya dengan baik.
Dorongan yang lebih kuat datang dari perspektif masa depan, dari apa yang akan dilakukan Allah. Ia akan menghakimi kita menurut ukuran yang kita pakai sendiri. Perspektif itu dapat berfungsi sebagai semacam pencegah agar tidak menghakimi dan membalas lawan kita secara keras. Tetapi Allah juga berjanji akan memberi secara berlimpah-limpah. Perspektif itu memberi kita dorongan yang lebih positif untuk sendiri memberi dengan bermurah hati pula.
https://www.youtube.com/watch?v=eG6lRI7Hl-w
Motivasi yang paling kuat datang dari pengalaman akan Allah sendiri, yang adalah murah hati dan berbuat baik terhadap orang yang tidak tahu terima kasih, termasuk kita semua tentunya. Siapa yang melalui Yesus sudah mengalami kemurahan hati Allah dan mengharapkannya lebih lagi, akan semakin terdorong untuk bermurah hati pula terhadap sesamanya, biarpun ia jahat dan tidak tahu balas budi.
1Sam 26:9 Daud menyelamatkan hidup Saul yang mengejarnya. Contoh kasih untuk musuh ini bermotivasi seperti warta Injil (Luk 6:37) agar ia tidak dihukum Allah. Namun, juga ada alasan khusus yakni Saul adalah orang yang telah diurapi Tuhan.
Umat Kristen kiranya tidak boleh membalas benci dengan benci, dengki dengan mendengki. Itu jelas dari warta Injil tadi. Usaha positif yang dilandasi kasih Kristus harus menjadi jawaban terhadap kecurangan dan kebencian.
Umat Kristen dituntut menjadi teladan hidup yang baik dan bahkan “sempurna” dalam kehidupan. Lebih-lebih untuk kehidupan zaman sekarang ini sangat dibutuhkan ‘yang lebih’ daripada sekadar apa yang dikembangkan dengan baik oleh orang lain. Sanggupkah? Semoga kita tidak putus asa melainkan tetap senantiasa berusaha hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan Yesus. ***
DOA:
“Ya Tuhan Allah, kami sadar akan kelemahan diri kami sebagai manusia. Maka kami sering kali sebagai orang beriman tidak mampu melaksanakan hidup seperti yang Kaukehendaki, yakni mencintai sesama tanpa pamrih. Maka, bantulah dan mampukanlah kami untuk melaksanakan perintah kasih sehingga semakin banyak orang yang merasakan kasih-Mu melalui diri kami. Amin.
Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati saudara sekalian, dalam nama (+) Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.”
LEAVE A COMMENT