RENUNGAN HARI MINGGU BIASA V

RENUNGAN HARI MINGGU BIASA V

MELAYANI YANG TUHAN KEHENDAKI

 

  • Minggu, 6 Februari 2022
  • Injil Luk 5:1-11
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Inilah sebenarnya yang akan terjadi kalau kita mengarahkan pelayanan kita seperti apa yang Tuhan kehendaki. Pelayanan kita tidak akan sia-sia, tetapi akan menjadi pelayanan yang berbuah banyak.

Dalam warta Injil hari Minggu ini dikisahkan bahwa Petrus Menebarkan Jalanya seperti yang diperintahkan Tuhan Yesus. Tentu saja bagian kisah ini sebenarnya sedang menceritakan Petrus dan kedua rekannya, Yohanes dan Yakobus yang dipanggil oleh Tuhan Yesus. Pada waktu itu, Tuhan Yesus melihat mereka sedang membersihkan jala bersama para nelayan yang lain.

Rupanya, semalaman mereka bekerja dengan sia-sia. Mereka tidak mendapat tangkapan ikan sama sekali. Lalu Tuhan Yesus naik ke perahu Petrus dan meminta dia untuk menebarkan jalanya. Sepintas lalu, rasanya tidak ada yang salah dalam perintah Yesus ini. Tetapi jika kita perhatikan dan cermati, perintah ini justru terasa sangat janggal. Mengapa?

Secara logis, sebenarnya, Petrus bisa menolak perintah Tuhan Yesus ini. Sadarilah bahwa Petrus itu seorang nelayan, sementara Tuhan Yesus dididik sebagai tukang kayu seperti ayahnya. Dari sini tentu saja, Petrus sebenarnya lebih tahu tentang menjala ikan dibanding Tuhan Yesus (NB: ingat, pada waktu itu Petrus belum sepenuhnya tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah). Kemudian, pada saat itu ketahuilah bahwa hari sudah terang. Jika pada malam sebelumnya saja para nelayan tidak mendapat ikan, apalagi kalau pada siang hari!

Namun demikian, Petrus tetap saja menuruti perintah Tuhan Yesus. Dia pun bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jalanya, tepat seperti apa yang diperintahkan Tuhan Yesus. Lalu apa yang terjadi? Ternyata Petrus memperoleh hasil tangkapan yang luar biasa banyak. Sampai-sampai jalanya pun mulai robek! Bahkan ketika teman-temannya datang membantunya, dua perahu mereka hampir tenggelam karena terlalu banyaknya ikan yang didapat.

Kita boleh berpikir dan merenung sejenak. Inilah sebenarnya yang akan terjadi kalau kita mengarahkan pelayanan kita seperti apa yang Tuhan kehendaki. Pelayanan kita tidak akan sia-sia, tetapi akan menjadi pelayanan yang berbuah banyak.

Namun, sayangnya, banyak dari kita melakukan pelayanan mengarah pada pelayanan yang hanya sesuai kehendak kita sendiri. Misalnya, kita hanya mengikuti trend yang sedang viral tetapi tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita melakukan sesuatu untuk mempertahankan gereja dalam persaingan mencari domba-domba yang hilang. Lalu mungkin saja ada kebijakan Dewan Karya Keuskupan atau Dewan Paroki yang menjalankan program seperti berbisnis. Seolah mereka merasa paling tahu. Lupa ada pribadi Yang Mahatahu. Walaupun bisa terlihat berhasil di mata manusia (dunia), tetapi sangat mungkin juga bahwa hasil itu akan sia-sia di mata Tuhan.

Maka, marilah kita belajar dari Petrus, yang patuh terhadap apapun arahan Tuhan Yesus walaupun terlihat tidak masuk akal. Tuhanlah yang memiliki pelayanan sehingga Dialah yang berhak menentukan arah pelayanan. Dan hanya Dialah yang mampu menjadikan pelayanan kita berbuah.

Kemudian, seperti diceritakan tadi, bahwa setelah mendapatkan tangkapan yang begitu banyak, Petrus langsung tersungkur di hadapan Tuhan Yesus. Bahkan dia “mengusir” Tuhan Yesus. Petrus tahu, Orang yang ada di hadapannya itu bukan orang biasa. Petrus sadar bahwa dirinya tidak layak untuk berdekatan dengan-Nya.

Tetapi Tuhan Yesus justru berkata, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”Nah, ternyata, sikap Petrus itu justru menunjukkan bahwa dia memiliki hati yang benar untuk dibentuk menjadi seorang murid. Ingat, pada waktu Samuel memilih Daud di antara kakak-kakaknya, dia berkata, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati,” (1Sam 16:7).

Maka dari itu, betapa kelirunya jika dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita justru membanggakan diri. Ada suatu cerita untuk kita renungkan bersama: Awalnya ada seorang Diakon (Calon Imam) yang pada waktu itu sedang persiapan pertama kali berkhotbah di gereja, dia tidak bisa tidur karena takut.

Tetapi kemudian setelah belasan tahun berkhotbah, dia merasa tidak perlu lagi melakukan persiapan. Seseorang yang begitu senangnya karena terpilih dan ditahbiskan menjadi imam dalam Gereja Katolik, setelah sekian lama dia merasa biasa dengan pelayanan berkotbah dalam Misa Kudus.

Dia merasa tidak perlu lagi adanya persiapan dengan berdoa dan membaca Alkitab. Seolah-olah nanti akan berjalan sendiri otomatis karena sudah biasa. Akibatnya kita tahu, tanpa disadari dia ‘menjauh dari Tuhan’. Walau masih sibuk dalam pelayanan, tetapi ‘tidak lagi berdoa’ dan ‘membaca firman Tuhan’.

Kalau kita mau jujur, demikian juga sering terjadi di antara banyak umat Kristen Katolik yang tidak merasa perlu menambah pengetahuan imannya, terutama mendalami Alkitab misalnya, dan mencukupkan diri dengan menerima baptisan saja. Bahkan mereka merasa, ketrampilan kerja untuk hidup di dunia lebih penting sebagai bekal hidup.

Padahal sebagai umat beriman, berdoa, mendekatkan diri pada Tuhan dan membaca firman-Nya sangatlah penting untuk mengerti kehendak-Nya. Kita menyadari memang orang berdosa tetapi justru kita harus mendekat pada Tuhan, bukan justru menjauhi-Nya.

Setelah Tuhan Yesus memanggil Petrus untuk menjala manusia, Petrus dan kedua rekannya (Yakobus dan Yohanes) pun langsung meninggalkan segala sesuatunya. Mungkin kita bertanya-tanya: Mengapa mereka bisa seperti itu? Karena mereka tahu seberapa tinggi nilai panggilan Tuhan Yesus yang akan mereka jalani.

Jika tadinya mereka hanya menjala ikan, demi memenuhi kebutuhan fisik, maka sekarang mereka menjala manusia, sesuatu yang bernilai rohani. Jika tadinya melakukan yang bernilai sementara (sebagaimana ikan bisa busuk dan pasti dibuang, habis), maka sekarang mereka akan melakukan yang bernilai kekal. Dan yang lebih penting lagi, apa yang mereka lakukan mulai sekarang tidak akan pernah sia-sia (seperti hasil tangkapan malam sebelumnya).

Apakah dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita semua harus meninggalkan segala sesuatu seperti Petrus dan kedua rekannya ini? Perlu diingat bahwa panggilan seperti ini sangat khusus, tidak semua orang dipanggil dengan cara demikian. Para imam berselibat dan biarawan-biarawati hidup berkaul (taat, wadat dan melarat) semuanya demi Kerajaan Allah. Lalu bagaimana dengan kita kaum awam pada umumnya?

Ketika Paulus mengajar bagaimana jemaat Korintus mengikuti panggilan Tuhan, dia berkata, “Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah,” (1Kor 7:20). Paulus mengajarkan, jika seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih berstatus budak, maka dia pun bisa menjalankan panggilan-Nya dengan status budak pula. Dan ketika seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih belum disunat, maka dia tidak perlu disunat untuk menjalankan panggilan tersebut. Bahkan ketika Paulus dipanggil menjadi rasul, dia masih tetap bekerja sebagai pembuat tenda.

Jadi, kita tidak perlu merasa bersalah dalam menjalankan panggilan Tuhan seandainya kita tidak menjadi imam atau biarawan-biarawati.  Kita tetap dapat menjalankan panggilan Tuhan dengan sepenuh hati, dengan tetap menjalani pekerjaan kita sehari-hari.

Seperti kata beberapa orang, jangan sampai kita menjadi pelayan Tuhan yang berjiwa bisnis (selalu berusaha mencari keuntungan), maka lebih baik, menjadi pebisnis yang berjiwa hamba Tuhan! Yang penting, jalani pekerjaan kita itu demi sesuatu yang bernilai kekal (jangan hanya keuntungan duniawi, tetapi dalam rangka menjangkau jiwa dan menjadi berkat bagi sesama).

 

DOA:

Ya Tuhan Allah, kami bersyukur karena Engkau telah mengutus tokoh-tokoh iman yang hidupnya bersandar pada Roh Kudus. Kami ingin meneladani sikap para tokoh iman ini. Sehingga kami dapat menjalankan tugas panggilan Tuhan dengan setia sampai akhir. Amin.

Semoga Allah yang mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.

 

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *