RENUNGAN HARI MINGGU BIASA II

RENUNGAN HARI MINGGU BIASA II

Menjadi Taat seperti Maria

 

  • Minggu, 16 Januari 2022
  • Injil Yoh 2:1-11
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Jadilah seperti Bunda Maria, taat sekalipun tidak dijanjikan upah apa-apa. Ketaatan 100%  itu mengetuk dan menyukakan hati Allah.

Dari ayat-ayat warta Injil minggu ini, terdengar jelas, bahwa Maria membuat permohonan kepada Yesus, dengan mengatakan “Mereka kehabisan anggur”. Dan Yesus mengerti permohonan ini dan bukan sekedar pemberitahuan, sehingga Dia mengatakan “Mau apakah engkau dari pada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba”.

Hal ini adalah sama saja dengan mengatakan “Mengapa engkau (Ibu Maria) meminta Aku untuk melakukan sesuatu [mukjizat], yang belum saatnya Aku lakukan?” Percaya dan tahu akan Putra-Nya, maka Bunda Maria bukan memohon kepada para pelayan, namun memerintahkan kepada para pelayan untuk melakukan apapun yang dikatakan oleh Yesus.

Kita jangan lupa, bahwa Maria adalah satu-satunya orang yang pernah dilahirkan di dunia ini, yang berkumpul dengan Yesus setiap hari, sejak di kandungan sampai sekitar 30 tahun. Inilah sebabnya, kalau ada orang yang paling mengerti Yesus, maka orang itu adalah Bunda Maria. Mungkin, kita bersama-sama dapat merenungkan, bahwa jika kita yang mengklaim telah menerima Roh Kudus dapat mengerti ajaran Yesus dan apa yang dilakukan oleh Yesus, maka, terlebih lagi Bunda Maria, sang mempelai Roh Kudus.

https://www.youtube.com/watch?v=4dvZMbmo7zA

Bunda Maria telah mengandung Sang Sabda, hidup bersama-sama dengan Sang Sabda selama 30 tahun, setiap hari mengasihi Sang Sabda, sehingga Sabda tersebut menyatu dalam kehidupannya, perkataannya, dan perbuatannya, dan seluruh keberadaan dirinya. Bunda Maria sungguh mengenal dan memahami ajaran dan kehendak Kristus Putranya, sehingga apa yang dipikirkan, dilakukan dan diminta oleh Bunda Maria senantiasa sesuai dan sejalan dengan kehendak Kristus Sang Sabda.

Dengan fakta ini, kita harus mengakui, bahwa Bunda Maria dan Yesus mempunyai hubungan yang begitu dekat, begitu murni, saling membagi, sehingga keduanya dapat mengatakan “ini aku, aku milikmu“.  Yesus sendiri, sebagai manusia dalam kebudayaan Yahudi, menghormati dan taat kepada orang tuanya. Hal ini dicatat dalam Injil  Lukas, “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”(Lk 2:51-52).

Mungkin penjelasan dari beberapa Bapa Gereja dapat membantu kita, misalnya: St. Bernardus yang menjelaskan tentang perikop ini demikian: “Saya melihat dengan jelas bahwa Yesus mengatakan, Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu, bukan karena Ia memarahi/menegur, atau mau mengaburkan kesederhanaan hati ibu-Nya yang merendah, namun karena demi kita, sehingga apa yang menjadi perhatian orang tua menurut daging janganlah membuat kita yang sudah percaya, menjadi khawatir.” Sebab Kristus nyatanya taat kepada ibu-Nya, dan untuk menghormatinya, Ia melakukan mukjizat itu.

Kemudian dengarlah St. Krisostomus yang mengatakan: “Meskipun Ia [Yesus] menjawab demikian, namun Ia mengabulkan doa (permohonan) ibu-Nya, sehingga Ia dapat menghormatinya dan tidak tampak mengeraskan hati terhadapnya, ataupun juga mempermalukan dia di hadapan begitu banyak orang yang hadir.” Dan kemudian akhirnya Euthymus mengatakan, “Betapa besar Yesus menghormati Maria adalah jelas dari banyak kejadian, termasuk juga di sini, bahwa Ia memenuhi permintaannya.”

Dari apa yang dikatakan dalam warta hari ini, kita juga bisa melihat soal KETAATAN yang dapat kita hayati dalam hidup sehari-hari sebagai orang beriman. Marilah kita merenungkan lebih dalam untuk diri kita masing-masing: sudahkah kita menjadi umat Tuhan yang menurut dan taat kepada perintah Tuhan? Lebih jauh lagi, yang ingin kita fokuskan hari ini adalah seperti apakah sikap taat kita, taat ala Maria Ibu Yesus, atau sekedar ketaatan para pelayan ? Di mana bedanya?

KETAATAN BUNDA MARIA yang adalah ibu YESUS. Maria, Ibu Yesus tahu persis bahwa Yesus, anak yang dikandungnya itu bukanlah anak sembarangan. Dari semua penulis Injil, Lukas yang menuliskan ini secara detail. Di mana pada suatu hari Maria dikunjungi oleh seorang Malaikat bernama Gabriel yang menjelaskan kepadanya bahwa dia akan mengandung anak pertamanya bukan oleh Yusuf tunangannya, tetapi oleh Roh Kudus. Dengan demikian Maria akan meninggalkan statusnya sebagai gadis 14 tahun yang saleh dan baik serta memulai hari-hari yang penuh hinaan dan cercaan karena mengandung sebelum menikah, termasuk pula kemungkinan diceraikan dan ditolak oleh Yusuf sang tunangan, pujaan hatinya. Ini semua dapat kita baca dalam Injil Lukas bab/pasal 1 ayat 26 sampai 38. Intinya semua yang bisa diidamkan oleh seorang wanita akan hancur berantakan

Tetapi saat itu juga Maria memilih untuk taat kepada Allah dan berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.  Tetapi kalau kita perhatikan Maria tidak mengucapkan pilihannya untuk taat itu sebelum Malaikat Gabriel mengucapkan sebuah janji “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”.

Iman yang mendasari ketaatan Maria adalah Iman yang asli (original), yang diperolehnya sendiri atas dasar janji Tuhan, karena memahami bahwa dirinya bukan hamba siapa-siapa, termasuk hamba dirinya sendiri atau hamba tunangannya atau orang tuanya, tetapi hanya hamba Allah. Maka ketika Maria melihat bahwa arak anggur yang menjadi kebanggaan dalam pesta-pesta bangsa Yahudi di pesta perkawinan Kana itu mulai habis, maka Maria tahu sungguh bahwa Yesus yang lahirnya dari janji Allah itu sanggup menolongnya. Iman atas dasar inilah yang mampu menularkan dan menjangkiti orang lain dengan ketaatan yang sama. Iman karena yakin dan percaya pada janji Allah.

Kemudian, KETAATAN PARA PELAYAN. Pada ayat 5  kita mendengar bahwa Maria memberikan instruksi pada para pelayan untuk taat kepada Yesus. Lalu pada ayat 7 dan 9 dikatakan bahwa para pelayan itu melakukan persis apa yang Yesus minta dan mukjizat terjadilah.

Jenis iman ini adalah iman palsu, iman second hand atau iman turunan, serta iman paksaan. Mengapa demikian? Karena dapat dikatakan demikian – iman ini berasal dari kesadaran para pelayan bahwa mereka dibayar untuk taat. Mereka taat selama mereka dibayar dan selama ada orang lain yang memerintahkan mereka apa yang mereka perbuat, dan akan melakukannya apabila ada pengawas yang mengawasi mereka. Iman seperti ini akan tidak taat atau bahkan berhenti menjadi pelayan apabila bayarannya tidak lagi memuaskan atau tidak ada perintah  atau tidak ada pengawas lagi. Lihatlah pada ayat ke 9. Meskipun para pelayan ini tahu bahwa mukjizat telah terjadi, mereka tetap tenang dan tidak berkata apa-apa karena tidak ada keuntungan apapun bagi mereka. Inilah fakta yang ada mengenai hamba baik di jaman Yesus, jaman sebelum Yesus maupun di zaman sekarang ini.

KETAATAN SEPERTI APAKAH YANG KITA MILIKI  SAAT INI?

Banyak dari kita yang ternyata memiliki ketaatan yang salah, tidak tepat, yaitu ketaatan ala pelayan. Bahkan karena begitu besarnya kasih Tuhan akan jiwa-jiwa yang terhilang, sering kali Dia menekan dan memaksa kita untuk menjadi pelayan-pelayan, yaitu untuk taat dengan imbalan tertentu. Tentu saja kuasa Allah mengalir, tentu saja jiwa-jiwa bertobat, tentu saja bangsa-bangsa diberkati. Tetapi apabila tekanan, paksaan dan keadaan hidup kita berubah menjadi lebih enak, akankah kita tetap melayani dan taat kepada Allah? Bila jawabannya adalah tidak, maka kita tahu bahwa Allah mungkin belum berkenan kepada ketaatan kita.

Kemudian, berapa banyak dari kita yang menyembah Tuhan karena “menantikan jamahan Tuhan”? Bukankah ini sama dengan meminta upah? Berapa banyak dari kita yang memberi karena ingin dikembalikan atau diberi oleh Tuhan? Bukankah ini meminta upah ? Bila kita melakukan hal-hal ini berarti Injil belum sampai kepada kita. Kasih karunia Allah belum mendarat di hati kita. Yang ada adalah pembenaran diri dengan cara mentauratkan ucapan-ucapan Yesus. Dan meskipun janji-janji ini sama berkuasanya dengan janji-janji berkat hukum Taurat, ini berarti kita belum sampai pada tahap mengasihi Allah.

Maria taat dengan tidak pernah berpikir mengenai “30, 60, 100 kali lipat”. Maria taat meskipun tidak pernah dijanjikan “pelipat gandaan”. Dan ketaatan Maria inilah yang Tuhan inginkan. Tentu saja bila kita melakukan Firman Tuhan, kita akan diberkati sesuai dengan janji-janjinya karena Allah tidak berdusta. Tetapi bila kerinduan hati kita adalah “Menyenangkan Hati Allah” maka motivasi Maria inilah yang Dia rindukan. Dan jangan khawatir akan apapun juga, karena berkat-berkat akan mengalir dengan sendirinya bila kita menyenangkan hati Allah. Bahkan saya percaya 100 kali lipat adalah suatu penghinaan bagi Allah kita, dia sanggup memberikan jauh lebih dari sekadar 100 kali lipat bagi semua yang diperkenan-Nya.

Maka jadilah seperti Bunda Maria, Ibu Yesus, yang taat sekalipun tidak dijanjikan upah apa-apa. Karena saat kita taat 100% tanpa mengharapkan upah apapun, hal itu mengetuk dan menyukakan hati Allah.***

 

DOA:

Ya Allah Bapa di surga, kami adalah orang beriman yang percaya dan taat kepada-Mu, kepada firman-firman-Mu. Namun, ketaatan kami barulah sebatas ketaatan para pelayan, karena upah atau anugerah yang akan Kauanugerahkan. Kami belumlah seperti Bunda Maria yang sungguh taat karena dia menghambakan diri pada-Mu, bukan karena upah dan anugerah yang akan dikaruniakan pada-nya. Bantulah kami supaya dapat meneladan ketaatan Bunda Maria, yang taat secara total karena dia adalah hamba-Mu yang sejati. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *