RENUNGAN MINGGU ADVEN III

RENUNGAN MINGGU ADVEN III

Menyiapkan Pembaruan Diri

 

  • Minggu, 12 Desember 2021
  • Injil  Luk 3:10-18
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

 

Kekuatan-kekuatan ilahi itu bukan hanya pesona yang menghibur, tetapi juga membuat orang tergetar. Perjumpaan dengan Yang Ilahi sering dialami orang sebagai yang mengejutkan, sebagai keberdosaan yang menyakitkan, yang mencemaskan.

 

Hari ini adalah Hari Minggu Adven III. Sering disebut Minggu “Gaudete”. Dalam bahasa Latin, “Gaudete” berarti bersukacitalah! ‘Gaudete in Domino semper’: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.Kita diundang untuk bersukacita menyambut Yesus, Sang Mesias. Tentunya kedatangan-Nya sudah dekat dan Hari Raya Natal kian mendekat. Yesus Kristus adalah “Kabar Terbaik Sukacita Kita”. Dialah wajah kerahiman Allah bagi kita.

Pada Minggu Adven yang ketiga ini, kita masih mendengarkan warta tentang  Yohanes Pembaptis yang memberikan kepada kita kabar tentang Mesias yang datang dan sudah dekat dengan kita. Allah sendiri telah menjanjikan kepada umat-Nya dan kepada kita bahwa akan mengutus Sang Juruselamat yang akan menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita dan membebaskan kita dari penindasan, memenuhi kita dengan sukacita kehadiran-Nya dan membawa kita ke dalam kerajaan-Nya yang abadi penuh damai dan kebenaran.

Dan hari ini melalui warta Injil, Yohanes Pembaptis membawa kabar baik kepada kita yang menerima Yesus, Mesias. Sebagaimana banyak orang dalam Injil hari ini yang mengenal Yohanes sebagai utusan Allah dan nabi sejati yang berbicara dalam nama Allah, tentu saja kita datang kepadanya untuk mendengarkan kabar baik yang dia wartakan kepada mereka dan kini kepada kita sekalian. Sebagaimana banyak orang dengan rela menyerahkan diri untuk dibaptis oleh Yohanes di Sungai Yordan dan bertobat, demikianlah kita juga datang untuk mengimani Yesus Kristus yang diwartakannya.

Warta Injil Minggu Adven III tahun C hari ini, Luk 3:10-18, dikisahkan bagaimana orang-orang yang datang kepada Yohanes Pembaptis berharap dapat membarui diri. Yang perlu diingat bahwa warta hari ini sebenarnya merupakan kelanjutan warta minggu lalu. Sayang bahwa ayat 7-9 tidak dikutip. Padahal dalam 3 ayat tersebut ter­ung­kap kecaman keras Yohanes Pembaptis terhadap mereka yang disebut­nya sebagai “keturunan ular berbisa”.

Mereka diperingatkan agar jangan melamun akan luput dari murka pada akhir zaman nanti. Bahwasanya mereka lahir sebagai keturunan Abraham sama sekali bukan jaminan. Jalan satu-satunya agar selamat ialah bila mereka menghasilkan buah yang baik. Bila tidak, mereka ibarat pohon yang akan ditebang dan dimusnahkan dengan api.

Mendengar kata-kata Yohanes tadi, orang-orang mulai gelisah lalu minta dibaptis olehnya sambil menyatakan niat mau memperbarui diri. Waktu itu baptisan lazim dilakukan sebagai ungkapan niat membarui diri di hadapan seorang guru yang dihargai. Ada macam-macam kelompok: orang kaya, pemungut cukai, dan tentara. Meskipun termasuk “kaum terhormat” dalam masyarakat, mereka sering dianggap sudah terlampau jauh terpisah dari kehidupan orang Yahudi yang beragama. Mereka dinilai sebagai kaum egois, orang-orang kemaruk dan kawanan pemeras.

Namun demikian, dalam Injil Lukas digambarkan bagaimana orang-orang yang biasanya dianggap sudah tak tertolong lagi itu masih mempunyai kesempatan. Dan digambarkan sebagai orang-orang yang dengan rendah hati bertanya yang bertanya “Apakah yang harus kami perbuat?” Tentunya, pertanyaan ini juga sering timbul dalam lubuk hati banyak orang, juga dalam batin kita.

Cara-cara memperbaiki diri yang dianjurkan Yohanes sejalan dengan kehidupan masing-masing. Yang serba berkecukupan dianjurkan berbagi kelebihan dengan orang lain, yang mem­punyai wewenang menarik pajak hendaknya belajar berlaku jujur, yang memiliki kekuasaan, senjata, dan organisasi dapat belajar agar tidak mempraktikkan kekerasan.

Tidak pada tempatnya mengkhotbahkan secara harfiah anjuran-anjuran Yohanes itu. Keadaan masyarakat berbeda-beda dari zaman ke zaman dan dari tempat ke tempat. Tetapi tak meleset bila dikatakan anjuran Yohanes itu membuat orang berpikir bahwa kedudukan dan kekuasaan tak dapat dilepaskan dari kewajiban untuk menjalankannya sesuai dengan maksud kedudukan itu, begitu pula kelebihan material menuntut pengamalan, bukan penimbunan belaka. Inilah prinsip penalaran moral yang berlaku di mana-mana dan kapan saja.

Dalam warta Injil minggu lalu, Minggu Adven II, kita mendengar Yohanes mewartakan baptisan tobat demi pengampunan dosa (Luk 3:1-6). Ia mendekatkan orang kepada kekuatan-kekuatan ilahi yang memberi hiburan dan karena itu orang dapat mulai berharap dan mencari arah baru yang segar. Orang baru bisa berharap bila pernah mengalami penghiburan bahwa ada kemungkinan untuk itu. Warta Kitab Suci menekankan adanya penghiburan dari atas sebagai dasar harapan sejati. Namun, intinya tetaplah pertobatan yang diharapkan.

Dalam tahap tertentu kekuatan-kekuatan ilahi itu bukan hanya pesona yang menghibur, tetapi juga membuat orang tergetar. Perjumpaan dengan Yang Ilahi sering dialami orang sebagai yang mengejutkan, sebagai keberdosaan yang menyakitkan, yang mencemaskan. Kecaman keras yang sebelumnya diutarakan Yohanes dalam Luk 3:7-9 menyadarkan orang akan dimensi ini. Akan tetapi, kata-kata tajam Yohanes itu ditujukan bagi orang yang sudah mulai mencari arah baru, dengan kata lain, sudah mulai “bertobat”. Mereka itu sudah terhibur dan memiliki harapan.

Tahapan selanjutnya ialah sikap bertanya “Apa yang harus dikerjakan?” (Luk 3:10.12.14) seperti terungkap dalam Injil kali ini. Orang diharapkan mau belajar mengubah diri, belajar memperhatikan sesama, belajar berlaku adil dan lurus. Dalam warta Injil hari ini kita menemukan pesan Yohanes Pembaptis, yakni pesan pertobatan dan pembaruan hidup yang sangat praktis dan nyata. Ia mengatakan kepada kita tiga hal. 

Pertama, kita harus berbagi milik kepada sesama, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan pertolongan kita. Dengan demikian kita menghayati perintah untuk mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Kedua, Yohanes Pembaptis menunjukkan kepada kita tugas suci yang diberikan kepada kita dan setiap orang untuk tidak mengambil keuntungan dari yang dipercayakan kepada kita. Melalui tugas dan panggilan kita, kita diajak untuk memperlakukan orang lain secara bermartabat dan menghargai mereka. Para pemungut pajak dan prajurit diajak untuk setia menjalankan tugas dengan jujur, bermartabat dan tidak menjerat apalagi menindas rakyat.

Ketiga, Yohanes Pembaptis menghimbau kita untuk merasa cukup dengan yang kita punya dan tidak menginginkan yang bukan menjadi hak kita. Di sini Yohanes secara mendasar mengajak kita untuk bertobat dengan mengandalkan Allah dan menempuh jalan kasih dan kebenaran-Nya melalui kehidupan kita sehari-hari.

Apa makna warta Injil hari ini bagi kita?

Ketika Injil diwartakan, iman dibangkitkan dalam diri kita yang mau mendengarkan dan bertobat kepada Allah. Allah selalu siap membuka mata kita pada kenyataan rohani dari kerajaan-Nya dan pada daya kuasa Roh Kudus yang mengubah kehidupan kita untuk kian serupa dengan Yesus Kristus. Kita hanya diminta untuk percaya pada sabda-Nya saja sebagai kabar baik bagi kita dan membiarkan sabda-Nya berakar serta bertumbuh dalam kehidupan kita, maka sabda itu akan membuahkan sukacita, kemerdekaan, dan kehidupan baru yang sejati dalam Roh Kudus.

Kemudian, pesan Yohanes Pembaptis tentang kabar baik membangkitkan dalam kehidupan kita pengharapan baru dan sukacita bahwa inilah saat yang tepat untuk bertobat dan menerima Kristus, Sang Penebus yang datang dalam kekuasaan, keadilan, kerahiman untuk menegakkan kerajaan damai dan kebenaran-Nya. Maka kita mesti menanggapi-Nya dengan iman.

Keinginan inilah yang menjadi kenyataan hadirnya kekuatan-kekuatan ilahi yang datang mempersiapkan dan meluruskan jalan seperti kata-kata Yesaya yang dikutip dan diterapkan Lukas dalam bacaan Injil pada ulasan Injil Minggu lalu. Inilah kekuatan-kekuatan moral yang bakal menjinakkan kecenderungan serakah, main kuasa, curang … dan pelbagai kenyataan buruk di dunia ini yang menjadi bagian kehidupan manusia.

Yohanes Pembaptis itu pewarta kedatangan sang Penyelamat. Pelayanannya juga khas. Ia menyiapkan orang agar makin ingin berjumpa dengan Tuhan sendiri. Pelayanan seperti inilah yang menjadi dasar kerohanian para pelayan sabda. Juga di masa kini. Dan lebih dalam lagi. Ketika orang mulai menduga-duga apakah dia itu sang Mesias sendiri, Yohanes menegaskan dirinya bukan Dia yang dinanti-nantikan. Ia mengatakan tak pantas melepaskan tali kasut Mesias sekalipun.

Yohanes tidak merasa pantas menjadi wakil yang sah sekalipun dari Yesus. Jadi, ungkapan itu bukan ungkapan basa-basi saleh, melainkan ungkapan yang menyatakan diri sama sekali tak memiliki hak mengukuhi umat Tuhan. Lalu siapakah Yohanes Pembaptis itu? Menurut penginjil Lukas, dia itu suara di padang gurun, di kesunyian, suara yang memperdengarkan kehadiran Tuhan dan mengajak kekuatan-kekuatan ilahi menyiapkan orang agar mampu menerima Tuhan sendiri. ***

 

DOA:

Ya Tuhan Yesus Kristus, baptisan kami membawa pembaruan hidup dan membuahkan kehidupan baru serta memasukkan kami dalam kerajaan Allah sebagai putri-putra-Nya yang terkasih. Engkau selalu siap sedia memberi kami api Roh Kudus-Mu hingga kami memancarkan sukacita Injil kepada dunia yang sungguh membutuhkan cahaya dan kebenaran-Mu. Seperti Yohanes Pembaptis, kami juga dipanggil dan tergerak untuk bersaksi tentang cahaya dan kebenaran-Mu. Semoga kami membawa sesama kami kepada-Mu melalui cara kami berbicara dan bertindak kini dan selamanya. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *