RENUNGAN MINGGU BIASA XXXI

RENUNGAN MINGGU BIASA XXXI

Mengasihi, Mengasihi, dan Mengasihi

 

  • Minggu, 31 Oktober 2021
  • Injil  Mrk 12:28b-34
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

 

Tuhan tidak memberikan perintah yang mustahil. Kunci dari kemampuan kita untuk mengasihi Allah dan sesama adalah karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.

 

Warta Injil pada hari minggu ini, yakni Mat 12:28b-34. Warta Injil ini terasa sangat akrab di telinga kita, karena sering kita dengar dari mimbar, dan lebih tepatnya, karena di dalam dua perintah itu – mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama – terletak seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Namun, meskipun dua perintah ini sangat sering kita dengar, mungkin saja sangat sulit untuk dilaksanakan. Padahal, kalau kita teliti, manusia secara kodrati dapat mengasihi Tuhan dan sesama. Nah, sadarilah bahwa kodrat ini diangkat derajatnya oleh rahmat Allah dalam Sakramen Baptis, sehingga manusia dapat mengasihi Allah secara lebih sempurna (adi-kodrati), yang berakibat kemampuan yang lebih untuk dapat mengasihi sesama.

Mengasihi Tuhan dan sesama, itulah perintah dari Tuhan sendiri, yang menuntun manusia untuk dapat memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan dapat mengantar manusia ke dalam Kerajaan Surga.

Kalau kita meneliti sepuluh perintah Allah (Kel 20:1-17), maka kita dapat melihat bahwa hukum-hukum di dalam 10 perintah Allah adalah merupakan penjabaran dari hukum kodrat yang sempurna. Hukum kodrat ini adalah hukum atau peraturan yang terpatri di dalam setiap hati manusia.

Dalam sepuluh perintah Allah, kita dapat melihat adanya perintah kasih dalam dua kelompok, yaitu hukum 1-3 adalah perintah untuk mengasihi Tuhan dan hukum 4-10 adalah perintah untuk mengasihi sesama.

Menurut St. Thomas Aquinas, untuk mengasihi Allah, kita harus melakukan tiga hal, yaitu: (1) Tidak boleh mempunyai Allah lain, yang dituliskan: Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepadaKu saja, dan cintailah Aku lebih dari segala Sesuatu; (2) Harus memberikan kepada Allah penghormatan, yang dituliskan: Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat; (3) Kita harus beristirahat di dalam Tuhan, yang dituliskan: Kuduskanlah hari Tuhan.

Dan untuk membuktikan kasih kita kepada Allah, maka kita harus mengasihi sesama seperti yang dijabarkan dalam perintah 4-10, yaitu: (1) Kita harus mengasihi orang tua kita, yang dituliskan: Hormatilah ibu-bapamu; (2) Kita tidak boleh melukai sesama kita dengan perbuatan – baik dengan melukai seseorang, yang dituliskan: jangan membunuh; atau merusak perkawinan seseorang, yang dituliskan: Jangan berzinah; atau mengambil barang atau harta milik sesama, yang dituliskan: Jangan mencuri; (3) Kita tidak boleh melukai sesama kita dengan perkataan dan pikiran – melukai dengan perkataan, yang dituliskan: Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu; melukai sesama dengan pikiran, yang dituliskan:  Jangan mengingini istri sesamamu dan Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil.

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, rasul Paulus menegaskannya demikian: Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela,”(Rm 2:14-15). Ayat ini menunjukkan bahwa semua orang, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi sebenarnya terikat oleh hukum taurat, yang intinya adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Dan memang itulah kodrat manusia.

Kalau manusia diciptakan dengan kodrat untuk dapat mengasihi Allah dan mengasihi sesama, maka pertanyaannya adalah mengapa Allah menciptakan manusia dengan kodrat seperti ini? Jawabnya adalah karena kita menemukan kebahagiaan kita di dalam kasih kepada Tuhan, dan tidak di dalam hal-hal lain, seperti: uang, kehormatan, kekuasaan, kesenangan, bahkan juga kebajikan. Maka, kalau kita ingin mendapat penghiburan dan kekuatan di dalam hidup ini kita harus kembali kepada Tuhan, kita harus mengasihi Tuhan.

Cobalah kita cari orang yang terlihat sebagai orang yang paling berbahagia di dunia: tiliklah, apakah dia mengasihi Tuhan? Sebab jika ia tidak mengasihi Tuhan, ia sebenarnya tidak sungguh-sungguh berbahagia. Itulah sebabnya banyak di antara orang-orang yang demikian kemudian dapat melakukan hal-hal yang tragis dalam hidup mereka.

Sebaliknya, jika kita menemukan orang kelihatannya paling tidak bahagia di mata dunia, namun kalau ia mengasihi Tuhan, maka ternyata ia adalah orang yang paling bahagia, dalam arti yang sesungguhnya, dalam segala sesuatu. Maka sudah selayaknya kita berdoa memohon agar Tuhan membuka mata hati kita agar dapat mencari kebahagiaan di mana kita dapat sungguh menemukannya, yaitu di dalam Tuhan sendiri.

Alasan lain, mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan kodrat untuk mengasihi adalah karena tanpa kasih, manusia tidak dapat mencapai surga. Begitu pentingnya kasih, sehingga rasul Yohanes mengatakan “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut,” (1Yoh 3:14b). Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa untuk mendapatkan keselamatan, maka tidak ada cara lain, kecuali mengasihi.

St. Agustinus menegaskan bahwa sama seperti manusia mempunyai dua kaki untuk berjalan, maka kita harus mengasihi Tuhan dan sesama untuk dapat mencapai Sorga. Sama seperti burung mempunyai dua sayap untuk terbang, maka kita harus mengasihi Tuhan dan sesama untuk dapat terbang ke surga. Lebih lanjut dia menegaskan bahwa sama seperti orang-orang kudus di surga mengasihi Allah dan mengasihi sesamanya, maka kita juga harus melakukan hal yang sama di dunia ini untuk mendapatkan kebahagiaan.

Dari sini, kita dapat melihat bahwa mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama sesungguhnya tidak terpisahkan. Rasul Yohanes menegaskan hal ini secara gamblang, “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya,” (1Yoh 4:20).

Perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi adalah mengasihi Tuhan dengan keseluruhan diri kita, menempatkan Tuhan lebih utama dalam segala sesuatu, di mana saja, setiap saat dan dalam segala kondisi.

Perintah ini sesungguhnya sangat berat bagi manusia. Namun, Tuhan tidak akan memberikan perintah yang mustahil, karena Dia menegaskan bahwa kuk yang dipasang-Nya adalah enak dan ringan. Kunci dari kemampuan kita untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama adalah karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.

Kita yang telah dibaptis telah menerima rahmat Allah yang begitu besar, seperti: menjadi putra-putri Allah di dalam Kristus, disatukan dalam Tubuh Mistik Kristus, dibebaskan dari dosa asal, menerima rahmat pengudusan, tiga kebajikan ilahi dan tujuh karunia Roh Kudus. Rahmat dari Allah kemudian diperkuat dengan rahmat yang mengalir dari sakramen-sakramen yang lain, terutama Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi. Dengan bekal rahmat Allah yang begitu luar biasa ini, maka sesungguhnya umat Allah telah dimampukan untuk dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, sehingga pada akhirnya dapat mengasihi sesama dengan lebih baik lagi.

Mengasihi Allah dan sesama merupakan hukum yang terutama bagi umat beriman, dan merupakan panggilan yang diserukan oleh Gereja kepada semua orang yang berkehendak baik. Ini jelas disebutkan di dalam Konsili Vatikan II, tentang Gereja, di bab V, mengenai Panggilan Umum untuk Kesucian dalam Gereja:

“Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam baptis iman sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat ilahi, maka sungguh menjadi suci. Maka dengan bantuan Allah mereka wajib mempertahankan dan mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah mereka terima.”

Jadi bagi semua jelaslah, bahwa semua orang Kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan kesucian sedemikian ini sebuah kehidupan yang lebih manusiawi dapat dimajukan di dalam kehidupan masyarakat di dunia ini. Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaklah kaum beriman … melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah terbukti dengan cemerlang melalui hidup sekian banyak orang kudus,” (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 40).

Maka sudah seharusnya kita berjuang untuk melaksanakan perintah Kristus yang utama, yaitu untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama seperti diri sendiri. Ini adalah kekudusan yang kepadanya kita semua dipanggil, seturut dengan kehendak Allah. Hanya dengan mengasihi, manusia dapat memperoleh arti hidup, yaitu kebahagiaan di dunia ini dan pada saatnya nanti, akan kebahagiaan abadi di surga. Mari, mulailah dan bertumbuhlah dalam kasih, sebab kita semua diciptakan untuk mengasihi. ***

DOA:

Ya Allah Bapa di surga, sesuai dengan ajaran Putra-Mu, Yesus Kristus, Engkau telah mengasihi diri kami dan kami pun hendaknya mengasihi diri-Mu dan sesama kami. Namun, kami sadar bahwa ajaran ini indah didengar namun sulit untuk dilakukan, maka curahkanlah Roh Kudus-Mu selalu dalam diri kami sehingga kami mampu mengasihi diri-Mu secara total dan dengan mengasihi sesama kami dalam hidup keseharian kami. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *