RENUNGAN MINGGU BIASA XXIV
Menyangkal Diri Demi Kasih
- Minggu, 12 September 2021
- Injil Mrk 8:27-35
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Pergumulan dalam hidup merupakan suatu kesempatan bagi kita untuk bertumbuh dalam doa dan penyangkalan diri. Seseorang yang tak mau belajar berkurban dan menyangkal diri, sebenarnya ia sedang menjauh dari Tuhan Yesus.
Dalam warta injil hari Minggu ini, Mrk 8:27-35, Yesus memarahi Petrus karena ia menginginkan supaya Yesus tidak mengalami bahkan tidak boleh menderita dan di olak oleh tua-tua, iman-imam kepala dan ahli taurat. Kepada Petrus dan semua murid yang lain, Yesus mau mengingatkan bahwa manusia dalam upayanya untuk kembali diangkat harkat dan martabatnya yang telah dirusak oleh dosa, Ia harus memikul salib dan mengalami penderitaan dalam hidupnya.
Inilah jalan yang sedang ditunjukkan Yesus kepada murid-murid-Nya. Pemurnian diri hanya bisa dialami dalam derita dan perjuangan. Keselamatan dapat diraih setelah orang melewati jalan derita dan kematian.
Ingatlah bahwa untuk menyelamatkan manusia dari lembah dosa, Yesus melewati tiga jalan ini: jalan sengsara/salib, jalan kematian,dan akhirnya jalan kemuliaan. Janji Allah untuk tidak lagi ada peristiwa air bah yang kedua kali, karena ada Sang Mesiasyang dapat menjadi jaminan keselamatan bagi manusia. Dialah Yesus Sang Juruselamat, Mesias yang dinantikan. Demikian kata Petrus.
Lalu, kalau kita secara pribadi menelusuri dan merefleksikan serta merenungkan lebih dalam warta Injil hari ini: Apa jawaban kita, ketika kita mendengar sendiri Tuhan Yesus bertanya kepada diri kita, “Tetapi menurut kamu, siapakah Aku ini?” (Mrk 8:29).
https://www.youtube.com/watch?v=Gzyzsp990No
Mungkin saja mudah bagi kita yang telah percaya kepada-Nya untuk menjawab, “Yesus, Engkau adalah Tuhanku!” Tetapi mungkin tidak semudah itu, pada saat pertanyaan itu dilontarkan pertama kalinya oleh Tuhan Yesus kepada para murid-Nya. Mengapa? Sebab saat itu, Misteri Paskah-Nya (sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga) belum terjadi.
Dari sini jelas, bahwa para murid itu belum diyakinkan oleh kebangkitan Yesus dari mati yang menunjukkan ke-Allahan-Nya. Oleh karena itu, pengakuan Petrus, “Engkau adalah Mesias”, adalah pengakuan iman yang luar biasa. Sebab,dengan pernyataannya itu, Petrus telah mengakui imannya akan Yesus sebagai Yang diurapi Allah, Sang Raja Penyelamat yang telah dinubuatkan oleh para nabi, dan sebagai Anak Allah sendiri…
Di atas Petrus dan pengakuan iman Petrus inilah, Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya. Maka, kita pantas berterima kasih kepada Petrus, karena ia telah menunjukkan kepada kita pengakuan iman yang benar akan Kristus.
Namun, yang perlu disadari adalah Kristus tidak menghendaki pengakuan iman ini hanya sekadar ucapan yang keluar dari mulut. Sebab, iman yang sejati tidak hanya menyangkut penghayatan dalam hati, tetapi juga perwujudannya dalam perbuatan. Karena itu, Yesus mengundang para murid-Nya untuk menerima kenyataan yang lain sehubungan dengan diri-Nya sebagai Mesias; yaitu sebagai Mesias, Tuhan Yesus memilih jalan penderitaan dan salib, untuk mencapai kemuliaan-Nya. Dan Ia mengundang para murid-Nya untuk menempuh jalan yang sama. “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Aku,” (Mrk 8:34).
Maka, sudahkah kita menyangkal diri dan memikul salib kehidupan kita dengan hati yang lapang? Sebab menjadi murid Kristus tidak identik dengan bebasnya kita dari permasalahan hidup dan tanggung jawab sesuai dengan panggilan hidup kita masing-masing. Dalam menjalani panggilan hidup kita, Tuhan menghendaki agar kita belajar menyangkal diri atau berkurban demi kasih. Kita pun dipanggil agar rela menanggung penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita.
Sebab, melalui semuanya itu, Tuhan memurnikan kita dari rasa cinta diri yang berlebihan, dan dari dosa-dosa kita di masa lalu. Oleh karena itu, pergumulan dalam hidup justru adalah kesempatan bagi kita untuk bertumbuh dalam doa dan penyangkalan diri. Orang yang tak mau belajar berkurban dan menyangkal diri, malah sebenarnya menjauh dari Tuhan Yesus. Ia pun semakin menjauh dari kebahagiaan, karena kebahagiaan sejati selalu berhubungan dengan kasih yang rela berkurban.
Kalau kita sering merasa lelah di penghujung hari, dan lebih sering mengeluh ketimbang bersyukur, mungkin sudah saatnya kita jujur kepada diri sendiri. Sebab itu suatu pertanda kita belum hidup sesuai dengan pengakuan iman kita akan Yesus sebagai Mesias, Tuhan kita. Sebab semua kesulitan itu sesungguhnya adalah kesempatan untuk menguduskan kita, sehingga kita pantas bersyukur karenanya.
Yesus sendiri telah memilih jalan yang sungguh sulit untuk menguduskan kita, dan kita pun diundang untuk mengambil bagian di dalam jalan kekudusan itu. Yaitu dengan mengikuti teladan-Nya, untuk memberikan diri sampai akhir dengan sukacita. Artinya, mengasihi Tuhan dan sesama, tidak saja dengan perkataan, tetapi terlebih dengan perbuatan, walaupun itu melibatkan perjuangan dan pengurbanan.
Melalui teladan Kristus, kita ketahui bahwa kesempurnaan kasih tidak diperoleh dengan cara yang mudah, namun dengan cara yang cukup melelahkan. Sering kali juga melibatkan keringat dan air mata. Tetapi melalui semuanya itu, Tuhan mengantar kita untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya dan mengalami kebahagiaan yang sejati.
Tidakkah jalan kekudusan atau kesempurnaan Yesus yang adalah jalan sengsara/ penderitaan/ salib, jalan kematian yang akhirnya menuju pada jalan kemuliaan itu hendaknya menjadi jalan yang harus kita tempuh juga?
Meneropong kehidupan anak-anak zaman now, kesulitan terbesar pembentukan mental anak-anak sekarang ialah sulitnya anak-anak masuk dalam suasana salib atau penderitaan. Mengapa? Karena sejak kecil anak-anak tidak dibiasakan untuk mengalami susah, sulit dan sengsara. Semua sudah disediakan oleh orang tua dengan mudah dan enteng. Iya, kan?
Maka, kesulitan dan derita adalah bumerang yang menakutkan dan dapat mematahkan daya juang anak dalam upaya menuju tujuan hidup. Padahal, anak-anak itu perlu juga yang namanya ‘asah, asuh dan asih’ dalam penderitaan, kesusahan dan kesulitan.
Hanya dengan itu mereka menjadi pribadi yang kuat seperti batu karang yang tidak saja menahan setiap ombak yang datang menerpa tetapi juga membuatnya tenang. Sehingga benar apa yang dikatakan Yesus dalam warta hari ini: Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak…… lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.
Jaminan bagi sebuah penderitaan dan penolakan ialah kebangkitan dan kemuliaan kekal di surga. Jangan pernah takut dan menyesal dalam memikul salib dan beban hidup. Itu cara terbaik kita untuk mengalami kesuksesan, kebahagian dan keselamatan dalam hidup.
Semoga sabda atau firman dalam warta Injil hari ini menyadarkan kita untuk selalu ingat akan pengakuan iman kita terhadap Tuhan Yesus Sang Juruselamat dan sekaligus mendorong kita juga untuk mengungkapkan dan mewujudkannya secara nyata dalam hidup kita sehari-hari lewat perkataan maupun perbuatan atau tindakan-tindakan kita terhadap sesama dalam peziarahan hidup di dunia ini.
DOA:
“Ya Tuhan Yesus, kami mau mengikuti Engkau. Bantulah kami memikul salib kehidupan kami dengan hati yang murni. Terimalah diri kami apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelemahan kami. Tetapi buatlah kami menjadi seperti yang Kau kehendaki, seperti yang Kau lakukan terhadap Santo Petrus, Rasul-Mu. Bantulah kami hidup seturut pengakuan iman kami, bahwa Engkaulah Allah Penyelamat kami yang telah menyerahkan nyawa-Mu bagi kami! Supaya dengan demikian, tiap-tiap hari kami pun belajar mengasihi seperti Engkau telah mengasihi kami. Amin.”
LEAVE A COMMENT