RENUNGAN MINGGU BIASA XVII

RENUNGAN MINGGU BIASA XVII

Mengalir dari Syukur dan Ketulusan

 

  • Minggu, 25 Juli 2021
  • Injil: Yoh 6:1-15
  • Oleh: Romo Thomas Suratno SCJ

Ungkapan syukur telah mengubah bungkusan roti dan ikan menjadi bingkisan kasih yang luar biasa besarnya bagi semua orang. Berkat ketulusan, perkara yang tadinya kelihatan tak mungkinkini menjadi kenyataan.

 

WARTA Injil Minggu Biasa XVII, yakni Yoh 6:1-15, yang baru saja kita dengar bersama, mengisahkan bagaimana Yesus mampu memberi makan lima ribu orang dengan membagi-bagikan lima roti jelai dan dua ikan yang kebetulan tersedia pada waktu itu. Sisa potongan roti setelah semua orang makan bahkan mencapai dua belas bakul penuh!

Apa isi atau pesan warta Injil ini? Sebelum menjawab pertanyaan itu, marilah kita memahami kisah “Yesus memberi makan orang banyak” yang bukannya sebagai tindakan ajaib “memperbanyak makanan” semata-mata. Yang perlu digarisbawahi adalah perhatian Yesus kepada orang-orang yang mendatanginya, bukan pada mukjizatnya sendiri.

Yang perlu dingat bahwa kesadaran batin orang-orang, juga para murid terdekat, belum berkembang utuhseperti orang buta sejak lahir yang dibuka penglihatannya oleh Yesus. Pada mulanya memang orang itu mengenal Yesus hanya sebagai penyembuh paranormal (Yoh 9:11 dan 15). Kemudian,ketika ditanya-tanya oleh kaum Farisi, orang itu mulai berpikir bahwa tentunya Yesus itu nabi (Yoh 9:17). Tapi,ketika bertemu Yesus lagi dan berbicara dengannya, ia menyadari siapa sesungguhnya Dia dan sujud menyeru,“Aku percaya, Tuhan,” (Yoh 9:38).

Orang-orang di Bait Allah, orang banyak di tepi Danau Tiberias di Galilea, bahkan para murid terdekat sendiri masih perlu maju setapak lagi agar menyadari siapa Yesus itu. Tanda-tanda besar – mukjizat – baru membuat orang mulai mengakui kebesarannya menurut bayangan masing-masing. Jadi belum tentu sejalan dengan yang dipikirkan Yesus. Kebenaran baru tercapai bila orang berani maju sendiri seperti orang tadi.

Nah, Kisah memberi makan lima ribu orang ini dapat dijumpai dalam semua Injil (Mrk 6:30-44; Mat 14:13-21; Luk 9:10-17; dan petikan hari ini Yoh 6:1-15). Menurut Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas), para murid menyadari bahwa hari sudah mulai petang dan akan makin sulit mendapatkan makanan. Warung-warung segera akan tutup. Waktu itu memang belum biasa ada warung makan yang buka malam hari. Maka para murid mengusulkan kepada Yesus, yang sedang melayani orang-orang itu, agar menyuruh mereka bubar saja dan pergi membeli makanan sendiri-sendiri.

Tapi Yesus malah menyuruh murid-muridnya ikut bertanggung jawab memberi makan orang banyak itu. Sikap ini tampak jelas dalam Injil Yohanes yang kita dengar hari ini. Di situ Yesus mulai menggugah perhatian Filipus dengan bertanya, “Di mana kita bisa membeli roti supaya mereka dapat makan?”

https://www.youtube.com/watch?v=-UkugRf7s74

Begitulah Yesus mengajak murid-murid melayani dan menyediakan makanan bagi orang-orang yang telah kena pesona para murid itu sendiri. Jangan orang-orang itu ditinggalkan dan dibiarkan sendirian setelah sukses dikecap. Kembalikan kepuasan kepada mereka!

Tentu saja tidak mudah. Filipus menghitung, uang dua ratus dinar tidak akan cukup buat orang sebanyak itu. Kita tahu, sedinar itu upah lazim satu hari kerja bagi pekerja biasa dan boleh jadi hanya cukup bagi satu keluarga dengan lima orang. Maka dengan uang dua ratus dinar hanya akan dapat disediakan makanan bagi seribu orang, bukan lima ribu! Masing-masing orang tidak akan mendapat sepotong kecil roti saja! Apakah ini yang namanya memberi makan? Begitulah cara berpikir yang berdasarkan pada angka-angka melulu. Hasilnya ialah angkat tangan alias menyerah.

Filipus bukan sembarang orang. Tokoh ini berasal dari Betsaida, kota pusat perdagangan ikan di tepi danau tempat peristiwa ini terjadi. Ingat, Ia dulu dipanggil Yesus sendiri agar mengikutinya (Yoh 1:43-48). Ia kemudian mempertemukan Natanael dengan Yesus. Ia juga pernah diminta orang-orang “Yunani” (maksudnya, orang Yahudi yang berpendidikan modern) untuk memperkenalkan mereka kepada Yesus (Yoh 12:21).

Memang Filipus orang yang terpandang di masyarakat. Boleh jadi ia usahawan penting di kota pasar ikan itu. Dan dia itulah yang sekarang diminta Yesus memikirkan keadaan orang banyak. Tapi ia hanya bisa mengalokasi 200 dinar bagi konsumsi massa.

Lalu, apakah  mesti menghubungi relasi sana sini yang bisa membantu? Nah, pada saat itu Andreas, seorang murid yang berasal dari Betsaida juga, tampil dengan sebuah pemecahan yang malah semakin tak masuk akal.“Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” Apa artinya untuk 5000 orang?

Kita, pembaca atau pendengar,perlu kiranya membiarkan diri dibawa Yohanes masuk ke dalam situasi-kondisi Injilnya. Yakni, di mana kita makin diperkenalkan ke sisi-sisi manusiawi orang-orang yang diceritakan.

Kita boleh jadi akan merasa agak kelabakan seperti Filipus. Baru begitu kita akan mulai melihat bahwa Filipus mungkin belum betul-betul memperhatikan kebutuhan orang banyak yang telah terjaring ke sana. Ia memang sudah bisa memikirkan sisi finansial pengurusan jemaat tapi belum sigap menanggapi kebutuhan umat yang ada di situ.

Yohanes mengajak kita membaca kisahnya dan bertanya diri, kita ada di mana.

Seperti yang telah saya singgung tadi bahwa pemecahan yang makin mustahil diajukan oleh Andreas yang tentunya juga orang yang punya banyak relasi seperti Filipus. Andreas mendapati seorang anak kecil yang mempunyai lima roti dan dua ikan, tapi, tapi, tapi… Ia berpikir seperti Filipus juga. Apa yang mau dibuat dengan roti dan ikan bagi orang sebanyak ini?

Namun, Yesus mengambil roti tadi. Yesus mengucap syukur – mengucap terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Begitu juga dilakukannya dengan ikannya. Lalu dibagi-bagikannya kepada semua orang di situ. Itulah mukjizatnya! Yesus mengubah tanda terima kasih yang dibawakan anak kecil tadi menjadi makanan bagi lima ribu orang dewasa. Dan masih sisa dua belas bakul penuh potongan roti yang dapat diberikan kepada siapa saja.

Ungkapan syukur kepada yang ada di surga itu telah mengubah bungkusan roti dan ikan tadi menjadi bingkisan kasih yang luar biasa besarnya bagi semua orang yang ada di situ. Perkara yang tadi kelihatan tak mungkin kini menjadi kenyataan berkat ketulusan bocah yang membawakannya, dan juga berkat syukur Yesus kepada Bapanya.

Sebelum membagi-bagikan makanan, Yesus menyuruh orang-orang itu duduk. Yohanes mencatat, “… di tempat itu banyak rumput” (6:10). Orang-orang itu ditampilkan sebagai domba-domba yang dibawa ke tempat yang banyak rumputnya oleh sang Gembala Baik. Terasa suasana tenteram yang di tempat orang-orang itu berada bersama dengan Yesus, tokoh yang mereka dengarkan dan mereka ikuti ke mana saja ia pergi.

Dan orang-orang yang telah dikenyangkan seperti dikisahkan dalam petikan hari ini hanya melihatnya hanya sebagai nabi yang telah datang ke dunia (Yoh 6:14) dan malah ingin menjadikannya raja. Memang tindakan Yesus berulang kali mengingatkan akan Musa yang juga telah memberikan roti kepada umat Israel. Sama seperti Musa, Yesus berada di atas gunung, dan lagi menarik diri ke atas gunung, sendirian.

Yesus ini tampak sebagai Nabi yang akan datang. Nabi yang seperti Musa. Nabi yang dijanjikan dalam Taurat Musa. Kemudian, memberi makan ini juga mirip dengan tindakan seorang nabi lain, nabi Elisa, yang telah memberikan dua puluh roti jelai kepada seatus orang, dan masih ada sisanya. Yesus seorang Nabi seperti Elisa, dan tentu saja melebihi Elisa.

Yang jelas, Yesus di sini menyatakan diri sebagai Nabi Zaman Akhir. Nabi seperti Musa, seorang Elisa baru yang lebih besar, Nabi yang memberikan roti kepada Umat Allah. Lalu, apa sesungguhnya makna roti itu, roti yang tidak akan binasa, belum dipahami dan memang masih harus dijelaskan, supaya kita semua dapat memahami dan percaya serta menghayatinya.

Dari tanda ‘mukjizat’ ini, kita bersama-sama orang banyak sebenarnya sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Yesus itu “Nabi yang akan datang ke dalam dunia”. Akan tetapi, belum tentu kita memahami maknanya dengan lebih tepat ketimbang mereka. Sadarilah bahwa banyak murid Yesus sekarang masih mencari Yesus sebagai Nabi yang diharapkan melakukan keajaiban–mukjizat- demi kepentingan jasmani dan duniawi, bahkan golongan mereka sendiri.

Maka marilah, kita yang menyadari bahwa Tuhan itu Tuhan bagi banyak orang, sehingga kita orang beriman juga hendaknya bertanya diri: apa yang bisa kita lakukan bagi banyak orang yang sekarang sedang “kelaparan” dan menantikan kebaikan Tuhan lewat diri kita.

Di satu pihak memang kita harus mewartakan Kabar Keselamatan Injil, namun di lain pihak harus melihat kenyataan bahwa sekarang banyak orang yang mengharapkan uluran tangan kita karena kena PHK, penghasilan terhenti, Ekonomi jalan di tempat bahkan berhenti.

Demikian juga situasi akibat Pandemi Covid-19, di mana banyak sesamakita yang terpapar virus corona tersebut, sakit dan tidak bisa buat apa-apa, dari mereka ada yang harus isoman (isolasi mandiri) di rumahnya masing-masing. Siapa yang akan membantu mereka?

Rezeki kita kelihatannya dan banyak orang mengatakan karena usaha dan hasil kerja mereka. Namun,sebagai orang beriman, tidakkah bahwa rezeki itu diyakini merupakan rahmat anugerah yang diberikan Allah kepada kita? Maka, datangnya dari Tuhan, sehingga kita pun hendaknya mau berbagi pada sesama, terutama mereka yang menderita dan membutuhkan pertolongan.

Inilah wujud perhatian kita terhadap sesama yang merupakan wujud nyata kasih dan perhatian Yesus terhadap umat manusia yang dipesankan dalam warta Injil hari ini.***

 

DOA:

Ya Allah Bapa di surga, Engkaulah Allah yang Mahamurah, Engkau selalu memperhatikan kebutuhan setiap orang, Engkaulah yang memberi makan kami secukupnya setiap hari. Maka gerakkanlah hati kami supaya selalu tergerak oleh belas kasihan karena melihat sesamkami yang menderita dan berkekurangan. Sehingga kami mau mengulurkan tangan kami kepada mereka sebagai wujud nyata iman kami kepada-Mu. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *