RENUNGAN HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS

RENUNGAN HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS

Ekaristi Menguduskan Kita

 

  • Minggu, 06 Juni 2021
  • Injil: Mrk 14:12-16,22-26
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Ekaristi menyatakan dua kebenaran kepada kita. Pertama, kita ini pendosa yang sangat dikasihi Tuhan. Kedua, Ekaristi adalah cara Allah untuk mengasihi kita dan menyelamatkan kita.

 

Peristiwa yang dikisahkan dalam Injil bagi pada Hari RayaTubuh dan Darah Kristus kali ini dikaitkan Penginjil Markus dengan Perjamuan Paskah Yahudi (Mrk 14:12-16). Begitu pula dalam Injil Matius dan Lukas (Mat 26:2. 17-19; Luk 22:7-14) yang memang ditulis atas dasar bahan Markus. Di sini Yesus menegaskan pemberian diri-Nya – tubuh dan darah-Nya – sebagai jaminan Perjanjian keselamatan yang baru.

Demikian juga warta Injil Markus yang tadi kita dengar bersama tadi. Barangsiapa bersatu dengannya akan terikut di dalam keselamatan. Roti yang disambut dan anggur yang diminum menandai kesatuan dengan tubuh dan darah Yesus – dengan dirinya sepenuh-penuhnya.

Dalam perjamuan “berakah” yang menjadi ibadat mereka sebagai orang Yahudi menjadi perayaan bersama untuk semakin menyadari kenyataan batin ini. Seperti halnya perjamuan “berakah” untuk memperingati dan menghadirkan kembali peristiwa keluaran dari Mesir, perjamuan ekaristi dijalankan untuk mengenang kembali kebersamaan batin dengan Yesus yang mengurbankan diri bagi keselamatan orang banyak. Patut dicatat, gagasan “eukharistia” ialah padanan dalam bahasa Yunani bagi “berakah” Ibrani. Dengan latar pemahaman di atas marilah kita petik warta Injil hari ini.

Yesus sudah jadi tokoh tenar atau popular pada waktu itu. Ke mana saja ia pergi, ia selalu diiringi orang banyak. Juga tempat ia berjamu dengan para muridnya pasti didatangi orang banyak pula. Mereka ingin melihat tokoh ini bersama kelompok murid yang kondang itu. Boleh kita hubung-hubungkan keadaan ini dengan peristiwa Yesus memberi makan orang banyak yang diceritakan sampai enam kali dalam Injil.

https://www.youtube.com/watch?v=CzS1EI0HE-Y

Yesus memperkenalkan-Nya sebagai Allah yang bisa dijangkau orang banyak.Bukan lewat kurban dan upacara, tetapi lewat diri Yesus, lewat dia yang berani dengan tulus memanggil-Nya sebagai “Bapa”. Tentu peristiwa ini mengagetkan. Dan ini terjadi bukan di Bait Allah, melainkan di sebuah ruang tempat ia mengadakan perjamuan dengan para muridnya.

Pada kesempatan itulah Yesus membuat roti dan anggur perjamuan menjadi tanda pemberian diri seutuhnya kepada mereka yang ikut makan dan minum. Kata-kata “inilah tubuh-Ku” (Mrk 14:22) dan “inilah darah-Ku” (v 24) menjadi ajakan bagi mereka yang ikut serta dalam perjamuan itu untuk menyadari bahwa sebenarnya mereka bersatu dengan dia yang kini menjadi tanda keselamatan bagi orang banyak.

Injil merumuskannya sebagai darah perjanjian, yakni yang dulu secara ritual diadakan dalam upacara kurban sembelihan untuk meresmikan Perjanjian. Bagaimana kita memahami perayaan yang dikisahkan Injil itu bagi orang sekarang? Pada kesempatan itu erat hubungannya dengan inti perayaan ekaristi seperti yang kita kenal kini. Dalam peristiwa itu kumpulan orang di sekitar Yesus menyadari adanya dua kenyataan. Pertama, kurban Yesus. Lalu yang kedua ialah kemungkinan berbagi kehidupan dengannya.

Kepercayaan inilah yang kemudian berkembang dalam ujud perayaan Ekaristi mengenang kurban tadi. Dan ingatan ini diteruskan turun temurun hingga zaman ini. Tak ada satu hari pun lewat tanpa kenangan tadi. Dalam hal inilah peristiwa perjamuan terakhir tadi masih terus berlangsung. Juga kesatuan dengan dia yang mengorbankan diri demi orang banyak menjadi semakin nyata sebagai karya keselamatan Allah hingga kini.

Nah, di dalam Ekaristi, kita menjadikan Karya Keselamatan Allah sebagai bagian dari diri kita sendiri, karena kita mempersatukan diri dan dipersatukan dengan Kristus yang menjadi Kurban satu-satunya yang dipersembahkan kepada Allah yaitu Kurban yang menyelamatkan umat manusia. Dengan demikian, liturgi Ekaristi menjadi sumber doa dan tujuan doa kita. Karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai puncak kehidupan Gereja, kesempurnaan kehidupan rohani dan arah tujuan dari segala sakramen Gereja. Namun di samping itu dengan Ekaristi kita bisa memetik beberapa semangat hidup kristiani yang dapat kita terapkan dalam hidup sehari-hari.

Ekaristi adalah contoh kerendahan hati Kristus; Di dalam Ekaristi, Kristus menyatakan pemenuhan janji-Nya ketika berkata, “Akulah Roti Hidup yang telah turun dari sorga. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya… Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh 6:35,51,54,57).

Dengan mengambil rupa roti, Yesus membuat Diri-Nya menjadi sangat kecil, meskipun sesungguhnya, bahkan surga-pun tidak cukup untuk memuat Diri-Nya. Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi seorang hamba… sama dengan manusia. Dan… sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, dan sampai mati di kayu salib (Flp 2:5-8).

Di dalam kerendahan hati-Nya, Dia menanggung penghinaan untuk dosa yang tidak pernah Dia lakukan. Sekarang, setelah Dia bangkit dari mati, Dia merendahkan diri secara lebih lagi, dengan mematuhi perkataan para imam-Nya, dan hadir di dalam rupa hosti, agar Dia dapat tinggal bersama kita untuk menghantar kita ke hidup yang kekal.

Di dalam Ekaristi, Yesus mengajar kita tentang hal kemiskinan dan kerendahan hati. Dia mengambil rupa roti untuk dipecah dan dibagi-bagi, agar Ia dapat hadir ‘di dalam batas sebuah partikel yang kecil hanya untuk menunjukkan bahwa Dia mau melakukan apa saja, untuk menyatakan betapa Dia mengasihi kita.

Yesus yang sempurna merendahkan diri-Nya sampai ke titik terendah, supaya kita yang rendah ini dapat dibawa kepada kesempurnaan Tuhan, dengan mengambil bagian di dalam kehidupan-Nya. Ia menjadi contoh bagi kita, supaya kita-pun mau berkurban untuk orang lain, supaya mereka dapat pula mengambil bagian di dalam kehidupan Allah.

Ekaristi membimbing kita kepada pengetahuan akan Tuhan, sebab di dalamnya kita melihat belas kasihan Allah dan kuasa Allah yang dinyatakan lewat perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus untuk menyelamatkan kita. Pada saat yang sama, kita dipimpin untuk sampai pada pengetahuan akan diri kita sendiri, sebab kita diingatkan akan dosa-dosa kita yang telah menyebabkan Dia wafat di Salib. Sungguh, Ekaristi merupakan contoh sempurna tentang kerendahan hati, yang menjadi dasar dari segala nilai-nilai kebijakan dalam Spiritualitas Kristiani.

Ekaristi menyatakan dua kebenaran kepada kita: bahwa kita ini pendosa, namun sangat dikasihi oleh Tuhan. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk dengan rendah hati menerima Dia yang sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, dan bahwa Ekaristi adalah cara Allah untuk mengasihi kita dan menyelamatkan kita.

Ekaristi membawa pada pertobatan yang terus menerus; Belas kasihan Tuhan yang dinyatakan di dalam Ekaristi membawa pertobatan, yang artinya ‘berbalik dari dosa menuju Tuhan’. Hal ini disebabkan karena kita tidak dapat bersatu dengan Tuhan yang kudus, jika kita tetap tinggal di dalam dosa. Pertobatan yang diikuti oleh pengakuan dosa yang menyeluruh adalah langkah pertama yang harus dibuat jika kita ingin sungguh-sungguh memulai kehidupan rohani.

Langkah ini adalah pemurnian dari dosa berat.Sakramen Ekaristi tidak secara langsung menghapuskan dosa-dosa berat ini, namun Ekaristi secara tidak langsung menyumbangkan pengampunan atas dosa-dosa tersebut.

Selanjutnya melalui Ekaristi, Tuhan memberikan rahmat pada kita agar kita sungguh-sungguh bertobat, ‘membenci’ dosa kita, dan hidup dalam pertobatan yang terus-menerus, sebab Dia membantu kita untuk melepaskan diri dari keterikatan yang tidak sehat kepada dunia, yang menurut Santo Franciskus de Sales adalah ‘segala kecenderungan untuk berbuat dosa’. Di dalam Ekaristi, kita ‘melihat’ penderitaan Kristus, sebagai akibat dari dosa-dosa kita, sehingga kita terdorong untuk menghindari dosa tersebut. Dengan pertobatan ini, selanjutnya kita dapat bertumbuh dengan berakar pada Kristus (lih. KGK 1394).

Ekaristi adalah Sakramen Kasih yang mempersatukan;Di atas segalanya, Ekaristi adalah sakramen Kasih. Ekaristi adalah tanda Kasih, yang disebut oleh Gereja sebagai agape, atau pax (damai). Ekaristi adalah pernyataan kasih Tuhan yang tak terbatas dan yang mengakibatkan dua jenis persatuan, yaitu persatuan dengan Tuhan melalui Kristus dan persatuan dengan sesama di dalam Kristus.

Akibat dari persatuan ini adalah kasih yang tulus, yang menurut Santo ThomasAquinasadalah persahabatan antara manusia dengan Allah berdasarkan dengan kasih dan komunikasi dua arah, yang termasuk pemberian karunia kebahagiaan Tuhan kepada kita.Dengan demikian, kebahagiaan Allah menjadi kebahagiaan kita. Hal ini membuat kita dapat melakukan perbuatan baik dengan siap sedia dan hati gembira, karena keinginan dan pikiran kita menjadi seperti keinginan dan pikiran Allah.

Ekaristi mendorong kita mengasihi sesama; Jelaslah, kasih kepada Tuhan mendorong kita untuk mengasihi sesama. Kristus telah memberikan perintah untuk mengasihi sesama sebagai perintah utamadalam kehidupan Kristiani, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.

Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi ” (Yoh 13:34-35). Kasih di sini adalah kasih yang ‘memberikan diri’, terutama kepada yang miskin dan menderita, seperti yang diceritakan di dalam perumpamaan Orang Samaria yang baik hati.

Di sini, orang yang miskin dan menderita, termasuk adalah mereka yang telah menyakiti hati kita dan mereka yang telah kita sakiti hatinya. Kasih mensyaratkan kita untuk melihat mereka sebagaimana Yesus melihat mereka, dan hanya rahmat Allah yang memungkinkan kita untuk melakukan hal ini.

Jadi, Allah yang adalah Kasih, adalah sumber kekuatan bagi kita untuk mengasihi. Ekaristi sebagai sakramen kasih memberikan kepada kita rahmat pengudusan yang memampukan kita untuk bertindak sesuai dengan iman, pengharapan dan kasih; untuk memberikan hidup kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama, karena kasih kita kepada Tuhan.Jadi kesempurnaan kasih bukanlah semata-mata tergantung dari usaha manusia, tetapi adalah karunia yang diberikan dari Allah.

Ekaristi membawa perubahan; Akibat dari rahmat Ekaristi adalah ‘perubahan‘. Yesus bukan hanya mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan DarahNya, tetapi Dia melakukan sesuatu yang lebih dashyat lagi: Ia mengubah kita seutuhnya di dalam Dia dan mengisi kita dengan Roh Kudusyang sama yang membuat-Nya hidup. Dia mengubah keinginan kita untuk berbuat dosa menjadi keinginan untuk mengasihi. Dia mengubah kita, yang mempunyai keinginan hidup sendiri-sendiri menjadi keinginan untuk hidup dalam kebersamaan dalam damai.

Sungguh, dengan menerima Ekaristi kita menjadi semakin dekat bersatu dengan Kristus, sehingga kita dapat terus menerus bertanya pada diri sendiri, “Apa yang akan dilakukan oleh Yesus, jika Ia ada di tempatku?” Sikap ini akan membawa kita kepada jalan kekudusan, sebab kita terdorong untuk selalu mencari kehendak Tuhandi dalam segala sesuatu dan menyesuaikan diri kita dengan gambaran-Nya. Kita akan berusaha sedapat mungkin untuk mempergunakan segala kemampuan kita untuk memuliakan Tuhan dengan menyediakan diri bagi pelayanan kepada Tuhan dan sesama.

Buah dari penerimaan Ekaristi tergantung dari sikap kita; Sungguh luas dan dalamlah makna Ekaristi dalam kehidupan rohani kita. Namun, buah dari penerimaan Ekaristi ini tergantung dari sikap kita. Semakin murni hati kita, semakin berlimpahlah rahmat yang kita terima. Sebab rahmat Tuhan yang berlimpah diberikan kepada kita di dalam Ekaristi, yang memberikan buah-buahnya yaitu: memperkuat persatuan kita dengan Allah (KGK 1391, 1396), meningkatkan dan memperbaharui rahmat Baptisan kita (KGK 1392), memisahkan kita dari dosa (KGK 1393-1395), mempersatukan kita sebagai tubuh Mistik Kristus (KGK 1396-1398). Oleh karena itu, kita harus menerima Ekaristi di dalam keadaan berdamai dengan Allah (tidak sedang dalam dosa berat) dan di dalam iman. Di dalam liturgi Ekaristi, pikiran kita harus bersatu dengan perkataan doa kita, dan kita harus bekerja sama dengan rahmat itu; jika tidak, kita menerimanya dengan sia-sia (KGK 1394).

Maka, marilah kita dengan merayakan Tubuh dan Darah Kristus ini, hendaknya kita semakin menyadari betapa agung dan luhurnya pengorbanan yang terwujud dalam pemberian diri. Kemudian hendaknya kita mau menimba spiritualitas hidup rohani dari semangat Ekaristis yang terkandung di dalamnya, antara lain menumbuhkembangkan sikap rendah hati, semakin mengasihi Allah dan sesama, bertobat dan berubah menuju kebaikan-kebaikan ilahi dalam diri kita. Ini semua akan memperlihatkan bahwa Ekaristi sungguh mengubah diri kita kepada kekudusan atau kesucian. ***

 

DOA:

Ya Yesus Kristus, Tuhan dan penyelamat kami,  kami senantiasa mengucap syukur atas pengurbanan-Mu di kayu salib yang selalu dihadirkan dalam Perayaan Ekaristi. Sehingga dengan menerima Tubuh dan Darah-Mu kami dapat selalu menikmati karya penebusan-Mu dalam hidup sehari-hari. Semoga hidup kami menjadi kudus dan dapat menyongsong keselamatan yang telah Kaujajikan bagi yang percaya kepada-Mu. Amin.

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *