RENUNGAN MINGGU PRAPASKAH IV
Iman yang Mengasihi
- Minggu, 14 Maret 2021
- Injil: Yoh 3:14-21
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Pertobatan iman menuntun pada sikap mengasihi Tuhan dan terlibat dalam hidup sehari-hari. Ia menjadikan diri dan hidup kita berkat bagi dunia dan sesama.
Sebagaimana kita mendengar dalam pewartaan Injil hari Minggu IV masa Prapaskah Yoh 3, 14-21 tadi, dalam ayat 16 dikatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Kemudian, dari firman itu muncul ajaran yang mengatakan bahwa “sekali selamat tetap selamat” dan ajaran ini – dari sejarah – pertama kali diajarkan oleh John Calvin di pertengahan abad ke-16. Namun, sebelum Calvin, jemaat Kristiani umumnya mengetahui bahwa seseorang dapat kehilangan keselamatannya, jika melakukan dosa berat, seperti yang diajarkan dalam 1Yoh 5:16-17.
Bagaimana hal ini bisa dijelaskan? Dari tradisi Gereja:
Di abad pertama, Didache, yang dikenal sebagai Pengajaran dari kedua belas Rasul mengatakan, “Berjaga-jagalah demi hidupmu. Jangan biarkan terangmu padam, ikat pinggangmu longgar; tetapi selalu siap sedialah; sebab kamu tidak tahu saatnya kapan Tuhan datang. Tetapi seringlah bersekutu, carilah hal-hal yang sesuai dengan jiwamu: sebab imanmu sepanjang waktu tidak akan mendatangkan kebaikan bagimu, jika kamu tidak menjadi sempurna di waktu terakhir.”
St. Ignatius dari Antiokia (35- 98)
“Jangan salah, saudara-saudaraku: orang-orang yang menyimpang tidak akan masuk dalam Kerajaan Surga. Jika, lalu, mereka yang hidupnya melakukan perbuatan-perbuatan daging akan binasa, maka terlebih lagi mereka yang dengan ajaran-ajaran sesat menyimpangkan iman akan Tuhan yang karenanya Yesus Kristus telah disalibkan…”
St. Irenaeus (189) menulis,
“Kepada Kristus Yesus, Tuhan dan Allah kami, sesuai dengan kehendak Bapa yang tidak kelihatan, ‘setiap lutut bertelut dan segala sesuatu di bumi dan di bawah bumi, dan setiap lidah mengaku’ (Flp 2:10-11) kepadanya, dan Ia akan memutuskan penghakiman yang adil kepada semua orang…. Seseorang yang tidak baik dan tidak benar, jahat dan profan akan pergi kepada api abadi, tetapi Ia [Kristus] dapat, memberikan rahmat-Nya, memberikan kekekalan kepada mereka yang benar, kudus, dan mereka yang melakukan perintah-perintah-Nya, dan bertahan dalam kasih karunia-Nya; beberapa dari mereka sejak awal mula [dalam kehidupan Kristianinya], dan yang lain, sejak saat pertobatan mereka, dan Ia dapat mengelilingi mereka dengan kemuliaan kekal.”
Lalu bagaimana pengajaran Gereja Katolik (sekarang) akan hal ini?
Sangatlah konsisten yakni bahwa walau janji keselamatan yang diberikan Tuhan Yesus adalah sesuatu yang tetap dan pasti, namun pemenuhannya tergantung dari manusia itu sendiri. Mengapa? Sebab dosa berat memisahkan manusia dari Allah, memerampasnya dari kehidupan kekal.
KGK 1472 mengajak kita supaya mengerti ajaran dan praktik Gereja mengenai hal ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi.Lalu perampasan ini dinamakan “siksa dosa abadi”…
Dengan demikian kita harus berjuang dalam hidup ini agar jangan sampai jatuh ke dalam dosa berat yang memisahkan kita dari Allah, sehingga kita tetap dapat menerima janji keselamatan Allah. Atau, jika sampai jatuh sekalipun, lekaslah bertobat, agar dapat kembali dalam persatuan dengan Kristus. Selanjutnya, kita harus berjuang untuk taat melaksanakan perintah-perintah-Nya dan setia sampai akhir.
Dalam Kitab Suci tidak ada yang mengajarkan bahwa ‘umat Kristen yang telah mengakui Kristus dapat melakukan dosa apapun, wafat dalam keadaan tidak bertobat, namun akan tetap dapat masuk surga juga’. Tidak ada! Prinsip ‘sekali selamat tetap selamat’ ini sesungguhnya tidak diajarkan dalam Kitab Suci. Sebagai orang berdosa, walau kita beriman, selayaknyalah kita harus mempunyai sikap kerendahan hati seperti Rasul Paulus yang mengajarkan demikian, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir…,” (Flp 2:12).
Mengapa demikian?
Sebab memang kita harus berusaha untuk tetap taat dan setia mengerjakan keselamatan kita sebagai murid-murid Kristus, bukan karena Kristus kurang berkuasa menyelamatkan kita atau karena Ia tidak menepati janji-Nya; namun justru karena memang ada bagian yang harus kita lakukan jika kita benar-benar mengimani dan mengasihi Dia.
Maka sebagai umat Katolik, kita mempunyai keberanian untuk berharap bahwa kita akan diselamatkan, namun mari dengan rendah hati kita serahkan kepada Tuhan yang telah berjanji menyelamatkan kita, sambil juga melatih diri agar tidak jatuh dalam dosa yang memisahkan kita dengan Allah. Dengan kerendahan hati ini kita berpengharapan, dan kita percaya bahwa pengharapan ini tidak mengecewakan oleh karena Roh Kudus telah dicurahkan kepada kita!
Tak dapat disangkal bahwa memang ada orang atau kelompok yang mendukung pemahaman bahwa sekali selamat mereka tetap selamatseperti yang saya katakan tadi pada awal ulasan dan permenungan ini dengan mengutip atau berdasarkan apa yang kita dengar dalam pewartaan tadi: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal,” (Yoh 3:16) dan juga “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal,” (1Yoh 5:13).
Lalu pada umumnya mereka mengatakan, jadi yang perlu dilakukan sederhana saja, tinggal mengaku dengan mulut kita bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat kita, dan kita sudah pasti diselamatkan, seperti yang tertulis dalam surat Rasul Paulus, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan,” (Rm 10:9-10).
Kemudian bagaimana kita, umat/gereja Katolik? Apakah juga mempunyai keyakinan seperti itu terhadap Yoh 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Frasa firman ini tidak bermaksud mengatakan bahwa hanya dengan percaya/beriman kepada Anak Allah saja maka seseorang pasti memperoleh hidup yang kekal. Maka kiranya kata kunci yang perlu dilihat dan renungkan adalah bagaimana memaknai kata “percaya” / beriman tersebut, sebab iman ini juga mensyaratkan penghayatan.
Jadi kata ‘percaya’ di sini tidak boleh hanya diartikan pengakuan dengan mulut saja atau baptisan saja. Kita tidak dapat mengartikan satu ayat dalam Kitab Suci dan melepaskannya dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci. Hidup yang kekal atau keselamatan ini diberikan oleh Allah karena kasih karunia, oleh iman/kepercayaan yang bekerja oleh kasih dan ini diberikan melalui Pembaptisan yang melibatkan pertobatan untuk melaksanakan perintah Tuhan. Gereja Katolik tidak pernah memisahkan kasih karunia, iman, perbuatan kasih, Pembaptisan dan pertobatan dalam ajaran Keselamatan ini.
Kemudian terhadap 1Yoh 5:13 “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.” Kita sebagai umat/Gereja Katolik ‘mempunyai keberanian percaya‘ untuk menerima dan bermohon kehidupan kekal itu, namun hal keselamatan ini juga melibatkan partisipasi kita dalam menyatakan iman kita dalam perbuatan, agar iman yang demikian dapat menjadi iman yang ‘hidup’ dan menyelamatkan. Tidakkah kenyataannya, bahkan Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa pada akhir zaman akan ada orang-orang yang terkejut untuk mengenali diri bahwa sikap mereka yang tidak menujukkan perbuatan kasih dapat mengantar mereka kepada penghukuman (Mat 25:41-46).
Maka hal keselamatan tidak semata-mata tergantung dari “pengakuan dengan mulut” untuk menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat pribadi. Kita harus mengakui bahwa kita adalah orang berdosa. Maka yang tak kalah pentingnya sehubungan dengan dosa adalah kita harus bertobat, seperti yang diajarkan oleh Rasul Yohanes kepada semua murid Kristus yang sudah menerima Yesus.
Ia mengatakan, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan,” (1Yoh 1:8-9). Di sini ditunjukkan bahwa perlunya semua dari kita bertobat.
Tetapi jika mereka mengatakan ‘tidak perlu bertobat, sebab sudah pasti diampuni dan pasti masuk surga’, maka pandangan mereka ini bertentangan dengan ayat-ayat Kitab Suci lainnya yang mengatakan bahwa dosa/kejahatan yang tidak disesali tidak akan diampuni dan tidak ada sesuatupun yang berdosa dan najis dapat masuk Kerajaan Surga. Jadi, kalau tidak bertobat, maka ia sendiri menolak rahmat keselamatan yang sudah pernah diterimanya dari Allah dan bukan Yesus tidak mau menyelamatkan.
Selanjutnya, pengakuan dengan mulut juga tidak ada artinya, jika tidak dibarengi dengan ketaatan melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Oleh sebab itu, Rasul Paulus mengajarkan perihal ketaatan iman (Rm 1:5, 16:26). Tuhan Yesus sendiri berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga,” (Mat 7:21).
Kemudian juga Rasul Paulus mengajarkan kepada kita harus berjaga-jaga dan tetap melaksanakan tugas-tugas dan pekerjaan Tuhan yang dipercayakan kepada kita dengan baik sampai pada akhirnya. Sebab memang benar oleh Injil kita diselamatkan tetapi kita harus tetap teguh berpegang kepadanya. Kita harus hidup kudus dan tidak bercela, dan tekun dalam iman dan tidak bergoncang; teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan kita. Kita harus setia sampai mati.
Bahkan Rasul Petrus malah memperingatkan agar kita yang sudah percaya jangan sampai jatuh ke dalam dosa seperti pada waktu belum percaya, sebab akibatnya malah akan lebih parah. Maka di sini Rasul Petrus mengingatkan agar setiap umat yang sudah dibaptis tidak kembali lagi kepada kehidupan yang lama yang penuh dosa. Kemudian Yesus sendiri juga sudah mengingatkan kita dalam Mat 6:15, bahwa kita harus mengampuni orang yang bersalah kepada kita, sebab jika tidak, maka Allah Bapa tidak akan mengampuni kesalahan kita. Paulus memperingatkan kita bahwa kita dapat ‘lepas dari Kristus, dan hidup di luar kasih karunia’ jika hidup dalam kuk perhambaan dosa (Gal 5:1-5), karena melakukan dosa dan tidak bertobat.
Maka apa yang ditulis Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma 10:9 tentang pengakuan iman akan Kristus yang menghantar kita kepada keselamatan itu tidak hanya untuk dilakukan sekali saja, tetapi harus terus menerus sepanjang hidup kita. Tuhan Yesus mengajarkan hal itu dalam Mat 10:22, 32-33. Intinya bahwa berpegang pada pengakuan akan Kristus sepanjang hidup kita. Kita mengetahui dari Kitab Suci, bahwa pengakuan akan iman kita tidak dilakukan hanya dengan perkataan tetapi terlebih dengan perbuatan. Demikian pula, penyangkalan akan Kristus juga dapat dilakukan dengan perbuatan. Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman (1Tim 5:8).
Sampai pada Hari Minggu IV Masa Prapaskah ini kita terus diajak untuk BERTOBAT dengan segala kerendahan hati kita di hadapan Tuhan dan sesama. Tujuannya tidak lain supaya kita semua akhirnya memperoleh apa yang telah dijanjikan dan disediakan Allah yakni kehidupan kekal. Kita semua diajak untuk selalu mewujudkan pertobatan kita dalam IMAN dan PERBUATAN. Iman Kristiani kita harus hidup, kelihatan dan dinamis yang terus menerus kita perbarui selama hidup kita di dunia ini.
Janganlah kita menjadi umat beriman KTP, yang penting tercatat sebagai warga Kristiani tetapi benar-benar terungkap dan mewujud dalam setiap kata dan tindakan kita terhadap Tuhan dan sesama. Iman yang menuntun dan membawa kita untuk semakin mengasihi Tuhan dan sesama. Iman yang mendorong kita untuk semakin terlibat dalam hidup sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dan akhirnya karena iman yang mengasihi itu semakin menjadikan diri kita berkat bagi dunia dan sesama kita, dengan menciptakan dan membawa damai sejahtera kepada dunia. ***
DOA:
Ya Tuhan Allah, baruilah selalu hidup kami dengan kuat kuasa Roh Kudus-Mu, sehingga kami mampu untuk terus-menerus bertobat, memperbarui diri untuk hidup seturut apa yang Kaukehendaki. Hanya dengan segala kerendahan hati maka kami akan mampu bertobat secara tulus dan berubah serta berbuah demi kesejahteraan hidup kami di dunia ini. Amin.
LEAVE A COMMENT