RENUNGAN MINGGU ADVEN III

RENUNGAN MINGGU ADVEN III

Menjadi Saksi Iman

  • Minggu, 13 Desember 2020
  • Injil: Yoh 1:6-8.19-28
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

 

Melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam hidup sehari-hari, kita mewartakan Tuhan Yesus kepada sesama, sehingga terbangunlah kebersamaan yang diwarnai oleh kebenaran dan cinta kasih.

 

Seperti hari Minggu yang lalu, kali ini Warta Injil Minggu Adven III juga  hampir seluruhnya berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Tapi yang sekarang ditonjolkan ialah kesaksiannya.Pertama-tama ia ditampilkan sebagai yang diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi saksi bagi sang “terang”walaupun ia bukan terang itu sendiri. Kemudian kepada orang-orang yang datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia, bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau agar jalan bagi Tuhan diluruskan.

Ia membaptis dengan air untuk membantu orang mengungkapkan niatan untuk hidup bersih menyongsong dia yang akan datang. Yohanes juga tegas-tegas menyatakan dirinya tak pantas melepas tali sandal atau kasut Dia yang bakal datang ini. Seperti kita ketahui bahwa ungkapan ini berarti Yohanes merasa tidak patut menjalankan urusan yang menjadi hak dia yang akan datang itu.

Yohanes Pembaptis memang sudah sedemikian dikenal sebelum orang mulai mendengar tentang Yesus. Banyak orang datang kepadanya karena warta serta tindakannya yang amat komunikatif bagi orang-orang pada zaman itu. Maklum, suasana di tanah suci waktu itu terasa semakin tak menentu. Ada krisis identitas nasional saat itu. Ajaran nenek moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan sehari-hari. Juga tak banyak hasilnya usaha menyegarkan kembali kepercayaan itu.

https://www.youtube.com/watch?v=y1q4ALUMcms

Kata-kata para nabi terdengar makin lirih, makin jauh. Orang makin kecewa, apatis. Harapan satu-satunya yang masih ada ialah Mesias yang akan datang. Dialah Yang Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa yang akan datang untuk memimpin mereka. Kedatangannya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam Tanah Terjanji surgawi.

Saat itu mulai ada orang-orang yang mulai menjalani hidup bertapa menyepi di padang gurun. Mereka hidup menantikan Mesias dan mengusahakan diri agar siap menghadapi bagi peristiwa besar yang bakal datang itu. Yohanes Pembaptis ada dalam gerakan kerohanian ini walau ia tidak memutuskan hubungan dengan dunia luar. Ia malah justru membantu banyak orang agar semakin dapat memusatkan perhatian kepada yang mereka nanti-nantikan itu.

Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang diceritakan diangkat naik ke surga, akan datang kembali. Ada pula anggapan, bahwa kedatangan Elia kembali nanti itu menandai akhir zaman yang diawali oleh Mesias segera tiba. Memang Yohanes Pembaptis sering dianggap Elia yang kini telah kembali ke dunia. Pandangan ini kiranya hidup di dalam umat Injil Sinoptik (Mat, Mrkdan Luk). Sedangkan dalam Injil Yohanes lain seperti yang kita dengar tadi Yohanes Pembaptis justru menyangkal pendapat bahwa dirinya ialah Elia yang datang kembali. Sudut pandang yang berbeda ini menggambarkan dinamika perkembangan gagasan mengenai akhir zaman.

Pada mulanya memang besar anggapan bahwa akhir zaman segera akan tiba. Namun kemudian semakin disadari bahwa peristiwa itu baru akan terjadi jauh di masa depan. Yang penting justru masa kini ini. Perkembangan selanjutnya ialah tidak lagi menghitung-hitung kapan akhir zaman itu tiba. Dalam Injil Yohanes, gagasan yang menyibukkan perhatian orang itu dikatakan sudah terjadi.

Era baru dengan kehadiran ‘terang ilahi’ di dunia inilah zaman akhir jagat. Tidak lagi perlu memikirkan kapan, di mana, dan bagaimana. Sudah hadir dan kini sedang membuat kegelapan tersingkir. Yang perlu ialah menerimanya. Inilah pandangan Injil Yohanes. Yohanes Pembaptis ditampilkan (dalam Injil Yohanes) lebih sebagai tokoh yang memberikan “martyria”, yaitu kesaksian mengenai siapa Yesus itu. Maka dari itu dalam Injil ini nama Yohanes tidak memakai sebutan “Pembaptis”, karena yang mau ditonjolkan ialah perannya memberi kesaksian mengenai siapa Yesus itu.

Apa “martyria” atau kesaksian Yohanes? Tokoh yang dikenal banyak orang itu disebut sebagai yang datang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian akan terang yang sudah bersinar dalam kegelapan. Ditandaskan bahwa ia bukan terang itu sendiri. Seperti yang diungkapkan dalam penjelasan di muka mengenai latar belakang zaman itu, maka amat berartilah penegasan bahwa ada “terang bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan tidak menguasainya” (Yoh 1:5) Apakah orang-orang langsung menerimanya dan mempercayainya?

Warta hari ini memberitahukan bahwa Yohanes diutus untuk menjadi saksi bagi terang itu agar dengan demikian orang mulai percaya kepada terang itu sendiri. Pertama-tama seperti yang kita dengar tadi ada serangkaian pernyataan negatif. Yohanes bersaksi bahwa: (1) ia bukan Mesias, yaitu orang yang resmi diutus Tuhan kepada umat-Nya untuk menuntun mereka kembali kepada-Nya; (2) ia bukan juga Elia, artinya ia bukan menjadi pertanda bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Ia menyatakan diri bukan pula sebagai nabi yang pada waktu itu dipercaya sebagai orang yang menyadarkan orang bahwa akhir zaman akan segera terjadi.

Dengan penyangkalan itu ia membuat orang mulai kritis terhadap harapan-harapan saleh yang sudah menjadi gaya berpikir pada masa itu. Apakah harapan seperti itu sebetulnya bukan hanya impian yang menjauhkan orang dari kenyataan?

Yang jelas banyak yang datang kepada Yohanes untuk mendengarkan harapan-harapan mereka sendiri. Tetapi Yohanes tidak meninabobokan mereka. Kemudian Yohanes bersaksi mengenai apa yang dilakukannya. Ia itu suara orang yang berseru-seru di padang gurun, tempat dulu umat Perjanjian Lama hidup dalam bimbingan Tuhan sendiri, tetapi yang kini terasa tidak lagi banyak artinya. Hubungan dengan Tuhan terasa sudah amat renggang. Tetapi justru dalam keadaan itu terdengar Yohanes yang berseru “Luruskanlah jalan Tuhan!”

Lalu, yang diharapkan dari manusia dalam hal ini ialah membiarkan diri dibimbing. Dan Yohanes mengajak orang menghidupi iman ini, bukan membuai diri dengan harapan-harapan saleh akan kedatangan seorang Mesias menurut idealisme mereka sendiri. Yohanes juga menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya mengapa ia membaptis. Ia berkata, yang mereka harap-harapkan itu sudah datang. Terang sudah bersinar, hanya perlu mengenalinya! Itulah puncak kesaksiannya.

Tema pokok dalam Warta Injil hari ini ialah kesaksian Yohanes akan siapa yang akan datang itu, yakni yang sudah ada di tengah-tengah umat yang tidak mereka kenal. Dia itu cahaya yang telah menerangi jalan-jalan baru. Yohanes memberi kesaksian bahwa terang itu bersinar, sehingga orang percaya dan dapat memperoleh hidup dari terang itu sendiri.

Kaum beriman dapat semakin belajar dari cara Yohanes bersaksi. Ia menyadarkan betapa pentingnya mengenali terang kehidupan agar supaya tidak hidup dirundung kegelapan. Kesaksian Yohanes dapat menjernihkan batin serta memberi kekuatan baru. Batin kita dipenuhi dengan macam-macam pengharapan dan niatan. Juga dengan pelbagai gambaran mengenai tokoh-tokoh besar. Pimpinan Gereja, pendiri tarekat, santo pelindung, pembimbing rohani….dsb.

Semua tokoh panutan ini akan semakin mendekatkan ke inti kehidupan batin bila dihayati sebagai “martyria” atau kesaksian seperti yang dijalankan Yohanes. Ada gunanya mendalami perutusan mereka sebagai perutusan Yohanes: memberi kesaksian bahwa terang sudah menyinari kegelapan.

Kesaksian seperti ini dapat juga menjadi “martyria” kaum beriman – Gereja – di Indonesia:  dalam ikut serta membangun masyarakat yang tidak membiarkan kesetujuan-kesetujuan dasar dalam hidup bermasyarakat di negeri ini menjadi kabur, mengajak semua orang yang berkehendak baik membangun wahana terang yang baru bagi kehidupan bersama. Itulah “martyria” bagi kaum beriman kini dan di sini yang harus diwujudnyatakan secara konkrit dalam kehidupan kita.

Kesaksian yang menjadi karya pelayanan Gereja mengarah dan berpusat pada Tuhan Yesus. Awalnya Yohanes mengarahkan kita semua untuk menyambut Yesus Sang Penyelamat dan hidup yang berpusat serta berdasarkan iman Imanuel dalam diri Yesus. Kemudian Tuhan Yesus sendiri menjadi pusat hidup dan ini harus menjadi kesaksian hidup kristiani kita saat ini.

Dengan kata lain,Dia sendiri menjadi saksi hidup dan kebenaran ilahi. Namun,seluruh hidup-Nya juga merupakan kesaksian tentang rencana Allah tersebut. Sadarilah dan percayalah bahwa Tuhan Yesus adalah pikiran dan kehendak Allah. Firman itu bersama-sama dengan Allah, Firman itu adalah Allah, Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantar kita. Kemudian Tuhan Yesus memanggil para rasul untuk menjadi saksiNya mulai dari Yerusalem, Yudea dan Samaria bahkan sampai ke ujung bumi.

Maka dari itu kita semua diharapkan menjadi saksi berarti ikut serta dalam kesaksian baik Yohanes lewat seruan-seruannya maupun pelaksanaan tugas perutusan Tuhan Yesus sendiri bagi dan dalam dunia.Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman. Misalnya, berani memperjuangkan ketidakadilan, membantu orang-orang miskin dan terlantar, menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

Juga dapat berwujud dalam keberanian mewartakan dan bersaksi tentang Tuhan Yesus kepada sesama, tetap setia kepada Tuhan Yesus ketika menghadapi kekerasan atau teror dari orang lain. Melalui bidang karya martyria/kesaksian ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya.

Kesaksian Gereja atau umat Allah akan berbuah dan kelihatan hasilnya ketika menggabungkan diri sebagai anggota masyarakat di lingkungannya dengan sikap penghargaan dan cinta kasih, ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui pelbagai kegiatan (bdk. AG art 1).

Arah kesakasian adalah agar anggota masyarakat  diantar kepada kerinduan akan kebenaran dan cinta kasih yang diwahyukan oleh Allah. Hendaknya seperti Kristus yang berkeliling sambil berbuat baik demikian juga Gereja membangun relasi dengan semua orang, khususnya dengan mereka yang miskin dan tertimpa kemalangan dan dengan sukarela mengorbankan diri untuk mereka.

Kalau kita perhatikan dan belajar dari kesaksian hidup para martir, bahwa pola kesaksian hidup selalu disertai dengan  salib yang harus dipikul. Tetapi siapa yang bertahan dia akan menang. Seperti halnya Yohanes diakhir hidupnya justru wafat menjadi martir yang memperjuangkan kebenaran-kebenaran moral dalam hidup sehari-hari, demikian juga kehidupan orang suci lainnya yang menjadi saksi iman akan Tuhan Yesus dalam hidup mereka.  Melalui pelbagai bidang kegiatan hidup sehari-hari mewartakan atau menyatakan Tuhan Yesus kepada sesama dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan kita, sehingga terbangun masyarakat yang diwarnai oleh kebenaran dan cinta kasih.

Nah, saudara-saudari yang terkasih, marilah di masa Adven ini kita sungguh merenungkan akan kesaksian iman atau martyria ini. Kita layak bertanya diri: sejauh mana kita sudah menjadi saksi iman di tengah-tengah lingkungan masyarakat kita; sejauh mana kesaksian itu kita wujudkan dalam perjuangan moral ditengah dan bersama masyarakat. Pertobatan seperti apa yang sedang dan telah kita lakukan sehingga kita semua menjadi pantas menyongsong dan menyambut kedatangan Tuhan Yesus Kristus, Sang Imanuel,Penyelamatkita?

 

DOA:

Allah Bapa di surga, kami berharap dan sekaligus bersyukur akan masa Adven yang Kausediakan bagi kami lewat Gereja-Mu ini. Semoga dengan kesaksian Yohanes memacu kami untuk mau bersaksi tidak hanya berteori namun secara nyata dalam kehidupan bersama dalam masyarakat kami. Amin.

 

 

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *