RENUNGAN MINGGU BIASA XXVIII
Allah Mengundang Setiap Orang
- Minggu, 11 Oktober 2020
- Injil Mat 22:1-14
- Oleh Romo Thomas Suratno SCJ
Allah memilih seseorang tidak berdasarkan perbuatannya. Namun, pilihan ini baru akan menjadi ungkapan yang penuh, yakni ketika orang yang dipilih itu hidup dalam ketaatan kepada-Nya.
Perumpamaan tentang perjamuan kawin dalam warta Injil tadi merupakan perumpamaan yang ketiga dari rangkaian tiga perumpamaan, dan membentuk klimaks ke perumpamaan tentang dua orang anak dan penggarap-penggarap kebun anggur.
Ketiga perumpamaan tentang Kerajaan Surga ini diucapkan Yesus selama minggu terakhir keberadaan-Nya di dunia, ketika Dia mengalami perseteruan tersembunyi dari orang-orang Farisi, imam-imam kepala, dan pemimpin-pemimpin, di mana mereka memasang perangkap untuk menangkap Dia melalui pengajaran-Nya.
Yesus mengajarkan dengan berani perumpamaan tentang perjamuan kawin ini yang jelas ditujukan melawan penentang-penentang-Nya. Karena itu, perumpamaan ini harus didengar dan dimengerti berdasarkan latar belakang sejarah dari peristiwa-peristiwa terakhir dalam pelayanan Yesus.
Tema pendahuluan dari perumpamaan ini menandakan kebahagiaan dan sukacita. Raja mempersiapkan pesta yang besar untuk merayakan pernikahan anaknya. Dia mengundang tamu-tamu terhormat untuk merayakan pesta tersebut. Sebenarnya makanan dan minuman yang mengambil bagian dalam kebahagiaan ini mengungkapkan ikatan perdamaian dan kesatuan antara tuan rumah dan tamu.
Jelas sekali bahwa sebuah pesta bukan semata-mata bertujuan untuk memuaskan nafsu makan seseorang. Ketika tuan rumah dan tamu makan bersama-sama, mereka terlibat dalam pembicaraan di sekitar meja makan dan dapat men genal dengan lebih baik. Kekhawatiran hilang, timbul semangat pengertian dan persamaan. Di dalam perjamuan, kedamaian dan kerukunan itu ada.
Tamu-tamu yang diundang oleh raja menolak datang. Di dunia Timur, sebagaimana di tempat lain, tamu-tamu undangan diharapkan menerima undangan kerajaan sebagai suatu kewajiban. Para tamu juga diharapkan hadir dengan membawa hadiah yang pantas. Dan karena tamu-tamu di dalam perumpamaan ini tidak bisa membalas dengan mengundang raja dan keluarganya dalam sebuah pesta yang serupa, maka hadiahnya harus mahal – khususnya karena pesta itu adalah pesta pernikahan anak raja.
Menolak untuk menghadiri pesta pernikahan tersebut mempunyai implikasi yang luas yang menimbulkan kesulitan dan permusuhan. Penolakan memberi pesan bahwa anak raja itu tidak layak untuk menerima pemberian, bahwa tamu-tamu tidak menyetujui pernikahan itu, dan bahwa mereka tidak lagi setia kepada rajanya.
Raja wajib menyatakan otoritasnya dengan menetapkan ukuran. Dia menyatakan otoritasnya dengan mengirim hamba-hambanya untuk kedua kalinya, tetapi sekarang dengan seruan penting supaya datang dengan segera. Dia tidak mengambil tindakan lain pada waktu itu.
Raja berharap para tamu akan berubah pikiran dan menerima undangannya. Tetapi tamu-tamu yang diundang tidak mengubah pendiriannya. Mereka mengurus usaha mereka sendiri dan mengabaikan para utusan raja. Ketika para utusan itu menekankan pentingnya undangan kerajaan, mereka mengejek dan mencela bahkan tanpa ragu-ragu membunuh mereka.
Kiranya dalam perumpamaan ini, Yesus menghubungkan dengan sejarah Israel, dan pendengarnya tentu saja mengerti bahwa Dia menunjuk kepada nabi-nabi yang diutus oleh Allah yang membawa pesan pertobatan yang sangat penting. Tetapi bangsa Israel mempermalukan nabi-nabi itu dan membunuh beberapa dari mereka daripada menerima panggilan pertobatan dari Allah (Mat 23:35).
Kepada pendengarnya, Yesus mengingatkan akan halaman hitam dalam buku sejarah mereka. Orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, imam-imam, dan pemimpin-pemimpin mengakui bahwa referensi tidak langsung ke dalam halaman sejarah ini melibatkan diri mereka.
Nah, Yesus melanjutkan cerita dan menggambarkan seorang raja yang marah, yang mengirimkan pasukannya untuk membinasakan para pembunuh dan membakar kota mereka. Dengan mengingatkan tamu-tamunya untuk kedua kalinya melalui hamba-hambanya, dan melihat bahwa para utusannya dicaci maki dan bahkan beberapa dari mereka dibunuh, raja menyadari konsekuensi politik dari perbuatan mereka yang menjijikkan.
Sangat penting bagi raja untuk memperkenalkan lawan-lawan yang memberontak dengan peraturannya. Dia memerintahkan pasukannya untuk membinasakan pembunuh-pembunuh dan membakar kota mereka. Tidak menjadi masalah apakah kejadian ini terjadi tepat pada hari pernikahan atau sesudahnya; yang penting adalah bahwa raja telah menggunakan otoritasnya; dia memerintah dan menuntut ketaatan.
Pendengar Yesus mungkin telah melihat figur dari raja yang marah sebagai personifikasi dari Allah. Kesabaran Allah tidak untuk selamanya, dan ketika belas kasihannya tidak menghasilkan pertobatan, akibatnya adalah penghakiman.
Kemudian raja itu mengundang orang-orang yang berada di kota kerajaan dan di sekitar pinggiran kota untuk datang ke ruangan pesta pemikahan. Mereka datang dari jauh dan dekat, orang baik dan orang jahat, dan mengisi tempat-tempat yang masih kosong dengan tamu-tamu tidak penting. Raja merupakan gambaran kebajikan, dan dengan demikian menggambarkan belas kasihan dan kasih Allah yang meluas sampai kepada orang-orang berdosa.
Hamba-hamba raja menyambut mereka yang masuk ke dalam istana dan mengatakan kepada tiap-tiap tamu untuk mengenakan pakaian pesta yang dibuat untuk acara tersebut. Raja mengundang orang-orang dan mengharapkan mereka untuk mengenakan pakaian yang telah disediakan.
Dengan mengenakan pakaian pesta yang disediakan oleh raja, tidak ada orang yang terlihat miskin atau menderita. Setiap tamu dapat menyembunyikan status sosial dan ekonominya di balik pakaian yang diterimanya dari raja. Pakaian pesta itu bersih dan putih, yang menurut kebudayaan timur melambangkan sukacita dan kebahagiaan.
Bolehkah setiap orang datang ke pesta pernikahan anak raja? Jawabnya adalah bahwa setiap orang disambut asalkan mereka memakai pakaian pesta. Ketika raja memasuki ruang pesta dan memperhatikan bahwa salah satu tamu tidak berpakaian sebagaimana mestinya, raja menganggapnya sebagai penghinaan yang disengaja.
Dia tidak dapat mentolerir hal-hal yang menjijikkan, keras kepala atau penolakan. Dia ingin tamu-tamunya menerima apapun yang dia berikan. Barangsiapa memilih untuk menolak akan membangkitkan murkanya dan harus menanggung akibatnya. Dengan segera salah satu tamu yang datang ke pesta dengan mengenakan pakaiannya sendiri disingkirkan dan dilemparkan keluar ke dalam kegelapan malam.
Dipenuhi dengan penyesalan yang dalam, dia meratap dan menahan kertak gigi. Tidak setiap orang boleh tinggal di dalam ruang pesta. Hanya mereka yang menerima undangan raja dan memenuhi persyaratan yang boleh tinggal.
Kitab Wahyu khususnya berbicara tentang orang-orang benar yang mengenakan pakaian putih dan lenan halus yang cemerlang dan bersih. Allah menyediakan dan memberikan pakaian kepada umat-Nya yang melambangkan kebenaran-Nya.
Allah memberi mereka pakaian kebenaran yang melambangkan bahwa si pemakai telah diampuni, dan dia adalah anggota rumah Allah melalui Kristus. Ketika Bapa menyambut pulang anaknya yang telah hilang, dia mengenakan jubah yang terbaik bagi anaknya, dengan berbuat demikian ia menyatakan bahwa anaknya telah diampuni (Luk 15:22).
Sama seperti raja di dalam perumpamaan ini menginginkan semua tamunya untuk mengenakan pakaian pesta yang telah tersedia, demikian juga Allah menginginkan orang-orang berdosa untuk datang ke pesta Anak-Nya dan mengenakan pakaian putih yang melambangkan pertobatan, pengampunan, dan kebenaran.
Tamu yang tidak memakai pakaian pesta di pesta kerajaan itu jelas melambangkan orang berdosa yang membenarkan diri sendiri. Dia ingin menyatakan bahwa dia tidak membutuhkan kematian yang berkorban dan darah yang menebuskan dari Yesus untuk dapat masuk ke dalam surga.
Dia tidak mendengarkan perkataan Yesus, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”(Yoh 14:6), sehingga ketika datang ke hadapan Allah, dia dilemparkan. Sungguh mustahil berada di hadapan Allah tanpa pakaian yang ditawarkan oleh Yesus Kristus.
Warta Injil hari ini diakhiri dengan kata-kata, “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” Baik klausa pertama maupun terakhir dari perumpamaan ini menunjuk kepada orang yang telah dipanggil. Juga tamu yang tidak mengenakan pakaian pesta, tidak termasuk ke dalam orang-orang yang dipilih. “Banyak yang dipanggil sedikit yang dipilih!”.
Warta Injil hari ini dengan jelas menunjukkan adanya pemilihan ilahi yang membawa orang berdosa kepada Allah. Sekalipun demikian, Allah juga menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas sikapnya yang tidak mengindahkan, pemberontakan, dan keangkuhan. Maka, meskipun undangan itu bersifat universal dan meliputi semua orang, hanya beberapa orang yang menerimanya dalarn iman dan pertobatan yang ditentukan untuk kehidupan kekal (Kis 13:48 ).
Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik; Dia ingin mereka hidup. Allah tidak ingin “ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”(2 Ptr 3:9). Tetapi jika manusia menyatakan bahwa dia tidak rnerasa membutuhkan Yesus, dengan demikian dia menolak kebenaran yang Yesus berikan. Dia harus datang untuk bertobat dan menyadari bahwa di dalam kondisinya sendiri dia tidak berharga sama sekali untuk memasuki hadirat Allah, dan bahwa dia memerlukan pakaian kebenaran yang disediakan Yesus.
Undangan Allah melalui Injil diberitakan ke seluruh dunia, tetapi hanya beberapa orang saja yang menanggapi tawaran keselamatan itu. Dan bahkan di antara mereka yang menerima undangan itu, banyak yang puas hanya dengan pengakuan iman semata-mata. Maka diingatkan bahwa pengakuan iman harus memperlihatkan kehidupan baru. Orang percaya harus mewujudkan kata-katanya di dalam perbuatan.
Dan meskipun Allah memilih seseorang tidak berdasarkan perbuatan, tetapi pilihan tersebut sampai kepada ungkapan yang penuh ketika orang yang telah dipilih itu hidup di dalam ketaatan kepada Allah.
Allah memilih atau memanggil dan manusia menanggapi atau menjawab. Pemilihan Allah menggambarkan satu sisi dari lukisan; kemudian tanggung jawab manusia untuk menerima undangan Allah dalam iman yang benar merupakan sisi yang lain.
Maka dari itu, seperti dikatakan dalam dalam warta hari ini,akhirnya dikatakan, “Sebab banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih,” kiranya sejalan dengan firman yang menyatakan bahwa,“Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Mat 7:14).***
LEAVE A COMMENT