RENUNGAN MINGGU BIASA XXV

RENUNGAN MINGGU BIASA XXV

Karena Dia Murah Hati

 

  • Minggu, 20 September 2020
  • Injil Mat 20:1-16
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

Allah tidak memperlakukan manusia atas dasar satu perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik yang lain’, seperti sudah diatur dengan rapi menurut jasa yang telah dikumpulkan seseorang. Dia memberi karena Dia murah hati.

 

Warta Injil Minggu ini menceritakan perumpamaan tentang Kerajaan Surga seperti seorang tuan yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah dicapai kesepakatan upah sedinar sehari, didapatinya orang-orang yang mau bekerja di awal hari itu.

Kemudian sang tuan kembali keluar mencari para pekerja, pada pukul 9 pagi, 12 siang, 3 sore dan juga pada pukul 5 sore. Ketika hari sudah malam, mereka menerima upahnya, mulai dari mereka yang bekerja paling akhir sampai kepada yang bekerja terdahulu.

Mereka yang bekerja mulai jam 5 sore itu masing-masing  menerima satu dinar. Dan semua akhirnya menerima satu dinar. Hal ini menimbulkan protes dari para pekerja yang bekerja dari pagi dan menerima upah yang sama satu dinar dan menuding tuannya bertindak tidak adil.

Tuduhan tidak adil terhadap tuan mereka adalah untuk menutupi iri hati dan ketamakan. Tuan tersebut tidak membantah, tidak menjelaskan, dan tidak membenarkan dirinya.

https://www.youtube.com/watch?v=D3VjJsR_SpI

Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan di mana pendengarnya dipaksa menjawab setuju.  “Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?” Sebuah pertanyaan yang juga merupakan satu jawaban. “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?”

Pokok permasalahannya bukanlah masalah kecurangan atau penipuan. Sebaliknya, tak seorang pun yang diperlakukan tidak adil. Sebagian besar para pekerja mengalami kemurahan hati si pemilik tanah. Jika ada orang yang mau berkurban dalam masalah ekonomi demi kebajikan, orang tersebut adalah si pemilik tanah.

Pemilik tanah tersebut akan merasa jauh lebih baik jika telah membayar para pekerja dengan jumlah gaji yang tepat. Dia disalahkan karena kemurahan hatinya yang tulus. Dia bertanya, “Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”

Melalui pertanyaannya yang terakhir, tuan tersebut menghapuskan selubung dari pegawai yang tidak puas. Dia telah menunjukkan kebaikan dan keramahan, sementara para pekerja menunjukkan keirihatian dan ketamakan.

Mereka benar-benar buta terhadap kebajikan tuannya sampai topeng yang menyelubungi ketidakpuasan mereka dilepaskan melalui pertanyaan, “Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?”

Kata Yesus, hal ini sama dengan apa yang ada di dalam Kerajaan Surga. Karena Allah begitu baik, prinsip kasih karunia menang. Prinsip di dalam dunia adalah bahwa dia yang bekerja paling lama menerima gaji yang paling banyak. Ini namanya adil. Tetapi prinsip-prinsip jasa dan kemampuan dikesampingkan di dalam Kerajaan Allah, sehingga kasih karunia dapat berlaku.

Perumpamaan ini tidak bermaksud mengajarkan pelajaran bisnis atau ekonomi. Perumpamaan ini tidak digunakan sebagai contoh tentang hubungan manusia di dalam lingkup pekerjaan dan manajemen.

Pengajaran yang disampaikan di dalam perumpamaan ini adalah kasih karunia menggantikan praktik-praktik keadilan yang memihak dan praktik-praktik bisnis demi keuntungan. Tuan di dalam perumpamaan ini pergi ke pasar beberapa kali dalam satu hari dan melihat di belakang tiap-tiap pekerja ada keluarga yang memerlukan sokongan. Dia tahu bahwa jumlah dibawah sedinar tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam sehari.

Oleh karena itu, tuan tersebut membayar para pekerja yang bekerja selama setengah hari berdasarkan kebutuhan akan besarnya tanggungan mereka pada hari itu, bukan berdasarkan hitungan jam kerja. Dia adalah orang yang paling murah hati.

Ketika Yesus mengajarkan perumpamaan ini, Dia menghadapi pendengar yang biasanya diajarkan tentang upah menurut doktrin Yahudi. Orang-orang sezaman-Nya percaya bahwa manusia harus mengumpulkan perbuatan baik sebanyak-banyaknya dimana perbuatan-perbuatan baik tersebut dapat diubah menjadi upah di hadapan Allah.

Karena itu,mereka dapat datang kepada Allah dan menuntut upah. Itulah doktrin yang berlaku pada zaman Yesus. Seharusnya mereka sudah mengenal kasih karunia Allah yang mereka pujikan di dalam Mazmur dan doa. Namun demikian,dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap menekankan upah dari suatu perbuatan.

Di dalam mengajarkan perumpamaan ini, Yesus menunjukkan bahwa Allah tidak memperlakukan semua manusia menurut prinsip-prinsip upah, keadilan, dan ekonomi. Dalam beberapa hal, Allah tidak tertarik untuk mencari untung.

Allah tidak memperlakukan manusia atas dasar “pukulan dibalas dengan pukulan” atau “satu perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik yang lain.” Kasih karunia Allah tidak dapat dibagi secara sederhana menjadi jumlah proporsi yang sudah diatur dengan rapi menurut jasa yang telah di kumpulkan seseorang.

Biasanya ada sebuah koin di dalam sirkulasi uang yang disebut pondion, yang nilainya seperduabelas dinar. Tetapi, kasih karunia Allah tidak beredar di dalam persentase, karena “dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yoh1:16).

Saudara-saudari yang terkasih,semoga kita bisa memahami apa yang dikehendaki  Tuhan lewat perumpamaan tentang Kerajaan Surga tadi. Dan semoga juga dengan mengerti kita dapat menghayati dalam hidup sehari-hari sebagaimana dikehendaki Tuhan, Jangan sampai kita mengalami seperti yang disabdakan Yesus, “… orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”

DOA:

“Ya Tuhan, aku bersyukur atas kemurahan-Mu untuk menyelamatkan umat-Mu. Bantulah aku untuk terus mengerjakan keselamatanku, sambil turut bersuka cita atas rahmat keselamatan yang dapat juga Kauberikan kepada sesamaku tanpa memandang bulu. Amin.”

 

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *