RENUNGAN MINGGU BIASA XXII

RENUNGAN MINGGU BIASA XXII

 Arti Mengikuti DIA

 

  • Minggu, 30 Agustus 2020
  • Injil: Mat 16:21-27
  • Oleh Romo Thomas Suratno SCJ

 

“Mengikuti Kristus. Ia merupakan seorang yang berjalan di jalan yang dilalui Kristus, dipimpin oleh Roh-Nya, mengikuti Jejak langkah-Nya, tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Dia pergi.”

 

Menjadi Murid Kristus artinya, mengikuti Dia. Ketika Kristus memanggil para murid-Nya, Ia mengucapkan kata-kata perintah, “Ikutlah Aku”. Murid Kristus yang sejati adalah seorang yang mengikut Dia di dalam menjalankan tugas, dan akan terus mengikut Dia sampai mencapai kemuliaan-Nya. Orang itu harus mengikut Dia, bukan mengatur-atur Dia melakukan ini dan itu, seperti yang barusan diperbuat Petrus yang lupa daratan.

Seorang murid Kristus akan mengikut Dia, seperti domba mengikut gembalanya, seperti pelayan yang mengikut tuannya, prajurit yang mengikut komandannya. Ia adalah orang yang menuju kepada tujuan akhir yang sama dengan yang dituju Kristus, yaitu kemuliaan Allah dan kemuliaan sorga.

Ia seorang yang berjalan di jalan yang sama yang dilalui Kristus, dipimpin oleh Roh-Nya, mengikuti Jejak langkah-Nya, tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi.

Yang menjadi dasar yang disyaratkan Kristus bagi orang-orang yang ingin menjadi murid-Nya, yakni adanya pilihan yang disengaja, di mana ada sukacita, dan ketetapan hati di dalam pilihan itu. Lalu, apakah persyaratan-persyaratannya?

 

Pertama, ia harus menyangkal dirinya.Maksudnya apa? Yakni kita harus mengikut Kristus, karena kelahiran-Nya, kehidupan-Nya, dan kematian-Nya, semua merupakan tindakan penyangkalan diri yang tiada henti-hentinya, sebuah pengosongan diri sendiri (Kenosis) – Filipi2:7-8. Penyangkalan diri memang merupakan pelajaran yang sulit dan keras, dan bertentangan keinginan daging kemanusiawian kita.

Namun, tindakan ini tidak lebih dari apa yang telah dipelajari dan dikerjakan oleh Guru kita di hadapan kita dan untuk kita, keduanya untuk penebusan kita dan sebagai petunjuk bagi kita. Lagi pula seorang hamba tidak tebih dari tuannya, Perhatikanlah, semua murid dan pengikut Yesus Kristus harus menyangkal diri mereka sendiri. Inilah aturan dasar untuk bergabung di dalam sekolah Kristus.

Kita harus menyangkal diri untuk suatu tujuan, harus menyangkal diri bagi Kristus, bagi kehendak-Nya dan kemuliaan-Nya, dan melayani kepentingan-Nya di dunia ini. Kita harus menyangkal diri demi saudara-saudara kita dan demi kebaikan mereka. Dan kita harus menyangkal diri demi kebaikan diri kita sendiri, menyangkal nafsu tubuh jasmani demi kebaikan jiwa kita.

Kedua, ia harus memikul salibnya.Yang dimaksudkan dengan salib di sini adalah seluruh penderitaan kita, baik yang kita derita sebagai manusia maupun sebagai orang Kristen, meliputi segala kemalangan karena ketentuan ilahi, penganiayaan oleh karena kebenaran, setiap masalah yang menimpa kita, baik karena berbuat baik ataupun karena tidak melakukan sesuatu yang jahat.

[1] Setiap murid Kristus memiliki salibnya masing-masing. Setiap orang harus sadar akan ini dan bersiap-siap. Karena setiap orang memiliki tugas khusus yang harus dilaksanakannya, maka setiap orang juga memiliki masalah khusus yang harus ditanggung masing-masing.

Setiap orang merasakan paling banyak dari bebannya sendiri. Salib adalah nasib yang dimiliki secara umum oleh anak-anak Allah. Tetapi walaupun umum sifatnya, setiap orang memiliki bagian tertentu. Itulah salib yang telah ditetapkan bagi kita oleh Allah, yang diletakkan di atas pundak kita oleh Dia, dan salib itu sangatlah sesuai bagi kita masing-masing.

Maka, sangat baik bagi kita, bila kita menyebut salib yang kita pikul sebagai milik kita sendiri, dan menyambutnya dengan semestinya. Kita cenderung berpikir bahwa kita sanggup memikul salib orang lain dengan lebih baik daripada salib kita sendiri. Namun, yang terbaik adalah, kita harus memikul salib kita masing-masing sebaik-baiknya.

[2] Setiap murid Kristus harus memikul salibnya yang telah ditetapkan oleh Allah dengan bijaksana. Hal ini mengingatkan kita akan kebiasaan Romawi yang memaksa orang yang dihukum mati dengan cara disalibkan untuk memikul salibnya sendiri. Ungkapan ini digambarkan ketika Simon harus memikul salib Kristus di belakang Dia.

Pertama, ini artinya bahwa salib itu ada di tengah jalan kita, dan tersedia bagi kita. Kita tidak boleh membuat salib bagi diri kita sendiri, tetapi harus menerima bagi diri sendiri salib yang telah dibuat Allah bagi kita. Aturan yang kita anut adalah, jangan pernah meninggalkan kewajiban: kita harus memikul salib kita itu, dan jangan sampai kehilangan. Kita tidak boleh, karena tergesa-gesa dan ceroboh, menghancurkan salib itu sesuai pemikiran kita sendiri, tetapi kita harus memikulnya ketika salib itu diletakkan di jalan kita.

Kita harus mengelola dengan baik penderitaan kita supaya tidak menjadi batu sandungan atau hambatan bagi kita dalam melayani Allah. Kita harus memikulnya dan membawanya keluar dari jalan kita, dengan segera membereskan salib sebagai batu sandungan. Aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, dan kita harus berjalan terus sambil memikul salib di jalan kita, meskipun salib itu menindih berat.

Kedua, yang harus kita lakukan bukan hanya memikul salib itu (yang dapat saja berupa sebalok kayu, sebuah batu, atau sepotong tongkat), tidak hanya berdiam diri di bawahnya, tetapi kita harus mengangkatnya ke atas, harus mengembangkannya agar dapat memberi keuntungan yang baik. Kita tidak boleh berkata, “Ini suatu kemalangan, saya harus memikulnya, karena saya tidak dapat menghindarinya,” tetapi, “ini suatu kemalangan, saya akan memikulnya, karena hal ini akan mendatangkan kebaikan bagi saya.”

Hanya dengan bersukacita dalarn penderitaan kita, dan bermegah di dalamnya, barulah kita bisa mengangkat salib itu. Hal ini sesuai dengan ajaran penyangkalan diri, karena orang yang tidak mau menyangkal diri terhadap kesenangan dosa dan keuntungan-keuntungan dunia ini bagi Kristus, maka orang itu tidak akan mau memikul salibnya ketika timbul kesesakan. “Orang yang tidak dapat menetapkan hati untuk hidup sebagai orang kudus, ia menunjukkan di dalam hatinya, bahwa ia tidak akan pernah bersedia mati sebagai seorang martir,” demikian kata Uskup Agung TilIotson [1630-1694].

Ketiga, ia harus mengikut Aku.Khususnya dalam hal memikul salib, Orang-orang kudus yang menderita haruslah memandang Yesus, dan menerima petunjuk serta dorongan semangat dari-Nya ketika menderita. Apakah kita sedang memikul salib itu? Kalau ya, itu berarti, kita mengikut Dia, yang telah memikul salib itu di depan kita, menanggungnya bagi kita, dan dengan demikian mengambil dan memikulnya dari kita.

la telah memikul bagian berat dari ujung salib itu, bagian yang mengandung kutuk, bagian yang berat itu. Dengan demikian la membuat bagian lain dari salib itu terasa ringan dan mudah bagi kita, Atau, secara umum ini berarti bahwa kita harus mengikut Kristus dalam segala kekudusan dan ketaatan. Itulah yang dimaksud dengan mengikut Tuhan dengan segenap hati. Orang-orang yang ingin mengikut Kristus harus menuruti Dia.

Marilah kita, menjadi murid Kristus, dengan menjalankan tiga hal tadi: mau menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Dia tanpa henti.***

 

LEAVE A COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *